Berawal dari melihat postingan instagram beberapa teman yang memajang foto di dalam terowongan MRT Jakarta, membuat saya penasaran seperti apa sih pembuatan terowongan MRT alias Mass Rapid Transit. Pun ketika melintasi jalur protokol Sudirman – Thamrin yang sedang dilakukan pengerjaan proyek MRT, saya selalu melipir ke jendela Transjakarta untuk sekedar melongok bentuk terowongan MRT. Dan selalu yang terlihat hanyalah mobil-mobil proyek serta alat berat, sementara terowongan yang membuat saya penasaran tak pernah terlihat.
Karena semakin penasaran, saya tanya langsung ketiga teman yang sudah pernah foto di dalam terowongan tersebut. Hasilnya? Dari semua jawaban membuat saya menyerah untuk masuk kesana. Kenapa? Karena teman saya yang pertama kesana atas undangan dari kementrian, teman yang kedua karena dia jurnalis jadi boleh diijinkan masuk dengan kartu pers sementara teman yang terakhir karena dia memang bekerja di perusahaan kontraktor tersebut, dan meskipun karyawan dari perusahaan yang bersangkutan ternyata tidak mudah untuk masuk ke terowongan, harus menggunakan ijin tertulis untuk turun ke lapangan karena dia bekerja di kantor. Dan saya tidak mempunyai ketiga alasan tersebut untuk bisa masuk ke terowongan MRT.
Sudahlah, akhirnya saya terpaksa melupakan keinginan tersebut. Saya sempat bertanya di sebuah grup whatsapp bagaimana caranya supaya saya bisa masuk ke terowongan MRT namun tak ada jawaban yang memuaskan. Tiba-tiba suatu hari saya mendapatkan pesan dari seorang teman yang menanyakan apakah saya masih ingin mengunjungi terowongan MRT? Kalau masih dia akan membantu saya, waah.. pucuk dicinta ulampun tiba, saya langsung mengiyakan tawaran tersebut. Mungkin buat sebagian orang melihat pengerjaan terowongan MRT merupakan kegiatan yang kurang penting tapi buat saya ini pengalaman langka. Kenapa? Karena ini MRT yang pertama di Indonesia, pembuatan terowongan ini tidak setiap saat ada dan kalaupun nanti jalur MRT ini sudah jadi tentu kita tidak akan pernah bisa melihat bentuk terowongannya langsung. Ibarat orang mau makan kita sudah terima jadi tanpa pernah tahu bagaimana proses memasaknya. Lagipula lokasi proyek pembuatan terowongan MRT bukanlah area wisata ataupun lokasi tontonan publik. Ini adalah restricted area yang tidak sembarangan orang diijinkan masuk karena faktor resiko yang membahayakan keselamatan.
Kesempatan langka ini saya manfaatkan sebaik-baiknya, meski sehari sebelumnya saya sempat begadang dan hanya tidur sekitar empat jam. Selesai solat subuh saya langsung bergegas ke lokasi proyek MRT di kawasan Setiabudi. Begitu sampai saya dan ketiga teman langsung menggunakan perlengkapan safety first yang terdiri dari helm dan vest, dan harusnya kita juga wajib memakai safety shoes semacam sepatu boot setinggi lutut namun sayang sekali pagi itu persediaan sedang kosong. Tidak apa-apa yang penting helm dan vest sudah memenuhi syarat. Mungkin banyak yang belum tahu apa sebenarnya fungsi vest atau rompi yang menyala seperti stabilo ini. Yak! Vest yang glowing in the dark ini berfungsi ketika dalam keadaan emergency seperti lampu padam di dalam terowongan kita akan mudah ditemukan oleh petugas.
Kedalaman terowongan MRT jika diukur dari atas jalan raya bervariasi. Mulai dari 14 hingga 20 meter dari permukaan jalan raya. Dan kebetulan sekali saya masuk ke terowongan paling dalam yaitu 20 meter. Diameter terowongan MRT sekitar enam meter. Pintu masuk berada di dekat halte Transjakarta Setiabudi. Kami berempat menuruni tangga dengan hati-hati karena pagi itu hujan dan sedikit licin. Semakin kebawah udara makin terasa pengap, namun saya tidak kawatir karena terowongan ini dilengkapi blower serta ventilasi udara yang cukup baik jadi tidak perlu takut kehabisan oksigen. Karena hari itu sedang libur jadi mesin blower tidak dinyalakan maksimal.
Pagi itu saya ditemani Pak Deny yang sedang bertugas, beliau menjelaskan detil pengerjaan proyek terowongan tersebut. Jalur yang kita susur membentang dari kawasan Setiabudi hingga Bendungan Hillir. Beliau membolehkan kami berempat menyusuri terowongan hingga ke ujung. Waah, betapa beruntungnya kami. Di ujung terowongan masih ada sisa-sisa mesin bor raksasa. Platform MRT terdiri dua jalur, up track atau jalur yang menuju pusat kota serta down track yang menuju pinggiran kota. Perlu diketahui pula bahwa jalur kereta atau MRT selalu berlawanan dengan jalur mobil. Jika jalur mobil di jalan raya yang menuju pusat kota berada di sebelah kiri maka jalur MRT berada di sebaliknya.
Puas menyusuri terowongan MRT, kita memutuskan untuk keluar dari jalur yang berbeda. Jika tadi kami masuk dari kawasan Setiabudi maka kita putuskan keluar di kawasan Benhil. Lucunya, begitu sampai diatas salah satu teman saya baru ingat kalau handphonenya ketinggalan di ujung terowongan yang berada di pintu masuk Setiabudi. Hahaha akhirnya kita kembali turun dan menyusuri terowongan lagi. Lol!
6 comments
wah beruntung banget mas achi, pengalaman langka ini..
Wah asiiikk neh om achii
Wah ga sabar nunggu MRT beroperasi pasti ga kalah keren sama yg di tetangga sebelah
Wah seru bisa dapat kesempatan liat langsung on site nih mas achi ..
Teknologi memang ga ada matinya!
Semoga proyek MRT ini lancar dan bisa segera menikmati fasilitas tsb.. :))
Kok asik banget sih dibolehin jalan sampe Benhil. Waktu aku kesana mah cuma di bunderan HI aja
hihihi tiap stasiun kontraktornya beda-beda