Zaman dahulu, senjata modern dan teknologi bukanlah barang yang mudah ditemukan. Bagi seorang panglima militer, untuk memenangkan suatu peperangan tidak cukup hanya mengandalkan senjata. Kunci utama dari kemenangan dalam sebuah peperangan adalah strategi.
Jauh sebelum nusantara dikenal oleh dunia, tersebutlah seorang panglima perang bernama Sun Tzu atau Sun Zi (nama lain Sun Tzu). Sun Tzu adalah seorang jenderal yang ahli dalam strategi perang dari Tiongkok. Gaya kepemimpinannya sudah sangat tua, karena dia lahir sekitar enam abad sebelum Masehi.
Baca juga Sroedji, Sang Patriot
Sejarah Sun Tzu memiliki beberapa versi. Namun, secara umum sejarawan meyakini bahwa buku Seni Perang Sun Tzu (The Art of War) diperkirakan ditulis sekitar abad ke-6 SM. Meskipun sebagai pengarang, nama Sun Tzu sendiri masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan.
Beberapa hal yang menjadi alasan diantaranya adalah suku kata “Zi” dalam nama Sun Zi (nama lain Sun Tzu) dalam kosakata Tiongkok mengacu pada kedudukan seorang filsuf atau ahli pikir. Sehingga Sun Zi bisa diartikan sebagai “Filsuf Sun” atau ahli pikir bernama Sun.
Bila ditelaah lebih jauh, keberadaan Sun Tzu memiliki rentang waktu yang cukup lama bila dibandingkan dengan eksistensi bumi nusantara. Ada satu hal yang sangat menarik, ketika saya membaca buku berjudul “Pendekar Nusantara Menantang Sun Tzu” karya Singgih Pambudi Arinto dan Dawit Tornado Pidjath. Kumpulan strategi perang yang tertulis dalam buku The Art of War karya Sun Tzu, ternyata berabad-abad kemudian diterapkan oleh pendekar nusantara dalam meraih kekuasan maupun mengusir penjajah.
Apakah ini berarti para pendahulu nusantara membaca buku The Art of War? Saya tidak yakin, rentang waktu dan jarak antara bumi nusantara dengan Tiongkok terlalu jauh. Selain itu, teknologi serta transportasi belum secanggih dan secepat sekarang untuk melakukan pertukaran informasi. Belum lagi dengan perbedaan bahasa dan huruf atau alfabet.
Nusantara, pada masa-masa kerajaan abad ke-8 sampai dengan abad ke-16, telah menorehkan sejarah emas sebagai kekuatan yang disegani di Asia Tenggara. Sebagai contoh, Kertanegara yang mampu melaksanakan Ekspedisi Pamalayu dan berhasil menaklukan puluhan kerajaan, tentulah ahli strategi yang mumpuni. Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan terbesar di Asia Tenggara, pada saat itu tentulah ahli strategi yang hebat.
Selain Kertanegara dan Raden Wijaya, masih banyak tokoh lain yang secara tidak langsung menerapkan strategi perang yang telah ditulis oleh Sun Tzu. Beberapa karya gemilang yang berisi strategi perang, yang kemudian dijadikan acuan para raja dan panglima perang, salah satunya adalah Kakawin Bharatayudha.
Karya termashyur tersebut ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh dari Kerajaan Kediri, yang saat itu dipimpin oleh Prabu Jayabaya sekitar tahun 1157 Masehi. Dalam Kakawin ini ada 10 strategi (disebut “wyuha”), antara lain:
- Wukir Sagara Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk bukit dan samudera).
- Wajratiksna Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk wajra).
- Kagapati/Garuda Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk garuda).
- Gajendramatta/Gajamatta Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk gajah mengamuk).
- Cakra Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk cakra).
- Makara Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk makara/udang).
- Sucimuka Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan yang ujungnya berbentuk jarum).
- Padma Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk bunga teratai).
- Ardhacandra Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk bulan sabit).
- Kannaya Wyuha (strategi perang dengan susunan pasukan berbentuk lingkaran berlapis).
Bumi nusantara tercinta ini, menyimpan ribuan misteri dan kisah heroik yang membuat kita merasa bangga. Dalam buku “Pendekar Nusantara Menantang Sun Tzu”, kita juga diajak untuk lebih mengenal kearifan lokal, tentang nilai-nilai kepahlawanan yang inspiratif. Dari Sabang sampai Marauke, puluhan strategi perang maupun strategi untuk memperoleh kekuasaan, telah diimplementasikan para pendekar nusantara.
Satu hal yang menjadi catatan penting adalah, para tokoh nusantara ini, pada saat melaksanakan strategi perang, tidaklah dipengaruhi oleh ajaran Sun Tzu.
Strategi tersebut, bisa jadi mirip dengan apa yang telah ditulis Sun Tzu, namun, bukan berarti para pendekar nusantara ‘mencontek’ ataupun membaca teori Sun Tzu sebelumnya. Beberapa di antaranya adalah:
Strategi Sun Tzu ke-1:
“Perdaya Langit untuk Melewati Samudera”
Bergerak dalam kegelapan dan bayang-bayang, menggunakan tempat-tempat tersembunyi, atau bersembunyi di belakang layar, hanya akan menarik kecurigaan. Untuk memperlemah pertahanan musuh, Anda harus bertindak di tempat terbuka menyembuyikan maksud tersembunyi Anda, dengan aktivitas biasa sehari-hari. Bersikap natural seperti biasanya.
Strategi Nusantara:
“Siasat Sang Teuku perdaya Kompeni”
Pada tahun 1883, Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar. Selama berdamai dengan Belanda, Teuku Umar masuk dinas militer dan justru banyak membantu pejuang Aceh melawan Belanda, dengan jalan melatih mereka bertempur.
Tahun 1884, Teuku Umar berhasil merampas senjata dan perlengkapan perang milik Belanda yang dipercayakan kepadanya, saat Belanda membebaskan kapal Niecro milik lnggris dari Raja Teunom. Pada saat berdamai dengan Belanda, Teuku Umar menunjukkan kesetiaanya dengan sangat meyakinkan. Setiap pejabat Belanda yang datang ke rumahnya, selalu disambut dengan menyenangkan. Ia selalu memenuhi setiap panggilan dari Gurbenur Belanda di Kutaraja, dan memberikan laporan yang memuaskan, sehingga ia mendapat kepercayaan yang besar dari Gurbenur Belanda.
Istrinya, Cut Nyak Dien sempat malu, bingung dan marah atas keputusan yang diambil suaminya tersebut. Namun, kepercayaan yang diberikan Belanda tersebut, dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat Aceh.
Dalam peperangan, Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Ulee Balang yang memeras rakyat (misalnya Teuku Mat Amien). Pasukan yang ia sebar bukan untuk mengejar musuh, melainkan untuk menghubungi para pemimpin dan pejuang Aceh dan menyampaikan pesan rahasia.
Cut Nyak Dien pun sadar, bahwa selama ini suaminya hanya bersandiwara di hadapan Belanda, kesetiaanya kepada Belanda hanyalah strategi untuk membantu perjuangan rakyat Aceh.
Analisis:
Strategi Teuku Umar ialah berpura-pura tunduk pada Belanda. Hal ini sama saja dengan memperdaya langit (Belanda) untuk melewati samudra (mendapatkan dana dan senjata perang serta peluru). Dengan modal inilah Teuku Umar berhasil mendapatkan modal yang cukup untuk berperang melawan Belanda.
Strategi Sun Tzu ke-13:
“Pinjam Mayat Orang Lain untuk Menghidupkan Kembali Jiwanya”
Menghidupkan kembali orang mati. Ambil sebuah lembaga, teknologi atau satu cara yang telah dilupakan atau tidak digunakan lagi untuk kepentingan diri sendiri. Hidupkan kembali sesuatu dari masa lalu dengan member tujuan baru dan bawa ide-ide lama, kebiasaan, dan tradisi ke dalam kehidupan sehari-hari.
Strategi Nusantara:
“Siasat Usung Tandu Untung Surapati”
Pada bulan September 1706 gabungan VOC, Kartasura, Madura, dan Surabaya dipimpin Mayor Goovert Knole menyerbu Pasuruan. Pertempuran tersebut menewaskan Untung Surapati alias Wiranegara. Namun, ia berwasiat kematiannya dirahasiakan. Makamnya diratakan dengan tanah. Perjuangan dilanjutakan putra-putranya dengan membawa tandu berisi Surapati palsu. Hasilnya pihak Belanda tertipu. Anak buah Surapati pun tetap semangat bertempur.
Analisis:
Strategi Untung Surapati yang mewasiatkan untuk merahasiakan kematiannya dilaksanakan dengan baik oleh keturunannya. Sehingga pengikutnya tetap setia berjuang melawan Belanda dan Belanda tertipu oleh tandu kosong. Melihat tandu yang diusung anak-anak Surapati, semangat juang pengikutnya semakin bertambah.
Teuku Umar dan Untung Surapati hanyalah salah satu dari sekian banyak pendekar nusantara. Dalam buku “Pendekar Nusantara Menantang Sun Tzu” disebutkan bahwa Sun Tzu memiliki 36 strategi perang lainnya. Semua strategi tersebut berhasil diterapkan oleh para pendekar nusantara dalam merebut kekuasaan. Tidak hanya Teuku Umar dan Untung Surapati, tapi juga ada Raden Inten, Ken Arok, Ra Kuti, Gajah Mada hingga Pattimura dan pendekar-pendekar lainnya.
Pada saat ini, sejarah keemasan lndonesia sudah mulai dilupakan oleh generasi muda. Sebagai imbas dari efek negatif globalisasi, serta masuknya budaya asing ke lndonesia. Alangkah baiknya, bila generasi milenial seperti saya, kembali mempelajari khasanah budaya dan kearifan lokal. Tidak perlu mengagung-agungkan sejarah bangsa lain yang belum tentu lebih hebat dari yang kita miliki.
Untuk menjadi bangsa yang besar, kita telah memiliki modal yang besar, serta perjalanan panjang sejarah perjuangan bangsa. Mari mengenal nusantara dengan lebih baik, sehingga membentuk warganegara yang berbudaya dan berkepribadian di abad modern ini.
Judul Buku: Pendekar Nusantara Menentang Sun Tzu
Pengarang: Singgih Pambudi Arinto & Dawit Tornadi Pidjath
Penerbit: Gramedia
4 comments
Seni perang Sun Tzu juga banyak digunakan dalam judul buku tentang bisnis.
Whoaaa… Ternyata pahlawan dan pendekar kita searif dan secerdik Sun Tzu yah.
Saya terkesima membaca 10 strategi perang yang ditulis oleh Mpu Kedah dan Mpu Panuluh. Semoga kita mengapresiasi kearifan lokal ya. Terimakasih untuk review buku Pendekar Nusantara Menantang Sun Tzu
salut & bangga buat kolonel Singgih Pambudi Arinto dan Dawit Tornado Pidjath, membuka cakrawala baru buat saya, ternyata Pendekar nusantara tidak kalah hebatnya dari ahli siasat perang dunia,,,