Saya tuh suka banget yang namanya rumah-rumah klasik. Beberapa kali mengunjungi rumah-rumah tradisional berbahan dasar kayu selalu membuat saya takjub. Salah satu rumah tradisional favorit saya adalah rumah Joglo.
Rumah tradisional yang asli berasal dari Jawa ini memang sangat indah. Biasanya dalam satu komplek bangunan lengkap terdiri dari beberapa bagian ruang. Dari arah depan sebuah gerbang dengan pintu kayu atau dalam bahasa Jawa bisa disebut regol.
Di bagian belakang pintu regol dilengkapi dinding pembatas yang disebut rana. Dinding ini berfungsi sebagai pembatas dan penghalang. Sehingga ketika pintu gerbang atau regol dibuka, halaman rumah tidak terlihat langsung dari jalan raya.
Halaman depan biasanya ditanami dengan bunga melati, beringin atau pohon peneduh lainnya. Komplek rumah Joglo yang lengkap bagian depan adalah kuncung. Fungsi kuncung sebagai area drop off untuk tamu-tamu sebelum memasuki rumah.
Di belakang kuncung, atau ruang kedua adalah pendopo. Jenis pendopo ini pun beragam. Ada Joglo Limasan Lawakan atau Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Jompongan, Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, Joglo Hageng, Joglo Semar Tinandhu, Joglo Jepara, Joglo Kudus, Joglo Pati, dan Joglo Rembang. Banyak, ya!
Nah, bagian rumah Joglo yang paling menarik adalah bagian langit-langit pendopo. Namanya Tumpang Sari, terdiri dari tumpukan balok-balok kayu yang disusun vertikal menyerupai Piramida terbalik. Jumlah susunan kayu balok Tumpang Sari ini wajib ganjil. Mulai dari 3, 5, 9 hingga 11 susunan.
Empat tiang penyangga tumpang sari ini dinamakan soko guru. Biasanya terbuat dari kayu jati dengan kualitas super. Untuk menjadi penyangga tumpang sari, soko guru ini biasanya dipilih dari kayu yang memiliki percabangan.
Mengapa?
Karena secara logika batang kayu yang bercabang memiliki kekuatan lebih untuk menjadi penyangga beban. Oh ya, tumpang sari yang berada di tengah-tengah pendopo ini biasanya diukir dengan sangat indah. Cara pemasangannya pun tidak menggunakan paku melainkan dengan menggunakan pasak kayu dengan sistem interlock dan knock down.
Satu bagian pendopo biasanya terdiri dari beberapa tiang penyangga selain empat soko guru utama. Jumlahnya biasanya kelipatan empat di bagian sisi terluar sesuai dengan kebutuhan. Tiang-tiang penyangga dan soko guru ini memiliki pondasi dari tanah yang ditinggikan atau biasa disebut siti hinggil.
Tiang-tiang dan soko guru ditanam pada sebuah batu alam yang disebut ompak. Bisa berbentuk bulat, persegi empat, segi enam atau segi delapan. Warna-warna utama rumah joglo dibagi menjadi dua coklat kayu alami untuk corak Solo. Istilah lain untuk warna-warna yang menganut keraton Solo/Surakarta biasa disebut Bangun Tulak. Selain coklat biasanya didominasi warna-warna biru.
Sedangkan warna-warna kayu rumah joglo bergaya Yogyakarta biasa disebut Gadung Melati yang cenderung perpaduan antara warna hijau dan kuning. Ragam hias ukiran rumah Joglo biasanya bercorak alas-alasan (tanaman hutan), flora dan fauna. Mulai dari tanaman rambat, bunga teratai hingga bunga melati. Kesan hiasan ukiran ini semakin megah bila dilapisi prada (warna emas).
Setelah ruangan pendopo yang sering digunakan untuk menyambut tamu, ruang selanjutnya adalah pringgitan. Area transisi ini pada awalnya sering digunakan untuk menyimpan dan mengadakan pertunjukkan wayang dan gamelan. Maklum lah ya, orang Jawa zaman dulu kan hiburan utamanya wayang.
Setelah area pringgitan, ruangan selanjutnya adalah Omah nDalem. Ruangan ini bersifat pribadi dengan tiga kamar tidur: Senthong Kiwa (ruang kiri), Krobongan (kamar tengah), dan Senthong tengen (kamar kanan). Krobongan biasa menjadi ruang kamar yang paling istimewa. Zaman dahulu digunakan sebagai ruang untuk menyimpan barang-barang pusaka peninggalan keluarga.
Fungsi lain dari ruang Krobongan adalah sebagai kamar pengantin. Nama lain Krobongan adalah Pendaringan (tempat untuk menyimpan gabah atau padi kering), Sepen (tempat untuk menyepi), ruang Dewi Sri (Pasren), yang sering dianggap sebagai dewa kesuburan bagi orang Jawa. Ruang Krobongan biasanya dihias indah dengan kain cindhe berwarna merah.
Di bagian tengahnya biasa dihias dengan tumpukan bantal dan guling dengan dilapisi kain cindhe. Selain bantal dan guling di bagian depan Krobongan biasanya diletakkan barang-barang seperti bokor, paidon (tempat untuk membuang ludah) pusaka seperti tombak dan payung pusaka. Selain itu di bagian kanan dan kiri diletakkan sepasang patung pengantin dari kayu yang biasa disebut Loro Blonyo.
Desain Omah nDalem ini mirip dengan pendopo dengan langit-langit yang dihiasi tumpang sari.
Di bagian belakang rumah Joglo biasanya terdapat bangunan yang disebut pawon atau dapur dan pakiwan (toilet). Di sisi kanan dan kiri Omah nDalem ada bangunan tambahan yang disebut gandhok tengen dan gandhok kiwa. Bangunan tambahan ini berfungsi sebagai ruang untuk ruang tidur bagi keluarga, saudara, asisten rumah tangga atau tamu-tamu yang menginap.
Gandhok kiwa berada di bagian kiri bangunan Omah nDalem dan Gandhok Tengen berada di bagian kanan. Keduanya terpisah dari bangunan utama. Sebagai pemisah antara halaman pendopo dan omah ndalem biasanya dibuat Seketheng yang berfungsi sebagai pembatas dan memiliki dua buah gerbang kecil.
Nah, yang menarik lainnya rumah joglo ini biasanya dibangun dengan menggunakan kayu jati berkualitas tinggi. Bahan kayu jati tersebut terbukti sangat awet dan bisa bertahan puluhan hingga ratusan tahun.
Tapi satu hal yang harus diingat, bahan bangunan dari kayu sangat rentan dengan risiko kebakaran. Saya pengen banget punya rumah Joglo seperti ini. Satu-satunya cara untuk melindungi rumah joglo adalah mengasuransikannya.
Asuransi yang paling mudah dan terjangkau untuk rumah adalah HappyHome dari HappyOne.