“Susu kental manis yang enak, yang penting enak … “
Masih ingat cuplikan ikan susu kental manis yang satu ini? Waktu saya masih kecil, iklan ini sering wara-wiri di televisi. Bahkan, ibu saya dulu sering banget mengingatkan untuk minum susu ini sebelum berangkat sekolah:
“Le, susunya dihabisin dulu, biar sekolahnya pintar.” Kata-kata ibu saya ini masih terngiang-ngiang sampai sekarang.
Yap! ‘Susu’ yang dimaksud oleh ibu saya adalah susu kental manis (SKM). ‘Susu’ tersebut diseduh sebagai minuman dan dianggap sebagai salah satu sumber gizi oleh ibu. Maklum, zaman dulu jargon “4 Sehat 5 Sempurna” masih rutin dikampanyekan. Semua susu dianggap menjadi nutrisi pelengkap dari kata “5 Sempurna” untuk anak-anak, terutama balita.
Rutinitas minum susu SKM ini menjadi ‘doktrin’ yang menyehatkan hingga saya masuk sekolah dasar. Setelah dewasa, saya tau bahwa anggapan mengonsumsi susu SKM sebagai minuman seduh yang menyehatkan dan bergizi adalah ‘dosa besar’.
BPOM beberapa tahun silam, memberikan informasi bahwa SKM bukanlah susu, melainkan produk turunan susu karena jumlah kandungan susunya di bawah ambang batas yang telah ditetapkan.
Susu kental manis juga bukan produk yang bagus untuk balita. Kadar gulanya yang terlalu tinggi membuatnya tidak aman untuk dikonsumsi anak-anak. Namun, perkembangan di masyarakat dianggap sebagai susu untuk pertumbuhan.
Alih-alih memeroleh informasi yang benar, jargon yang terngiang sampai sekarang tentang SKM ini adalah susu yang rasanya enak untuk diminum, dan pastinya sebagai anak-anak, kita doyan banget mengonsumsi penganan atau minuman manis.
Seenak-enaknya minum SKM tetap saja bukanlah susu. Saya sendiri memaklumi apa yang dilakukan ibu saya dulu, karena memang saat itu pengetahuan tentang produk SKM ini belum ada. Apalagi, zaman dulu cukup sulit membeli susu cair UHT (ultra high temperature) atau susu bubuk di daerah. Produk susu premium tersebut hanya tersedia di supermarket atau minimarket di kota-kota besar.
Pemerintah Masih Punya “PR” Mengurusi Susu Kental Manis
Beberapa hari yang lalu, sambil menikmati suasana Kota Jakarta yang mendung dan beberapa kali gerimis, saya mengikuti diskusi dan menyimak paparan dari Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (KOPMAS) terkait temuan-temuannya tentang iklan produk SKM melalui program TV atau sinetron yang melanggar ketentuan yang telah diterapkan BPOM.
Ternyata, banyak banget lho, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan produsen SKM meski sudah sering dilaporkan dan ditindaklanjuti oleh BPOM. Salah satu pelanggaran umum iklan SKM yang sering dilakukan adalah menyertakan anak-anak sebagai bintang iklannya.
Belum lagi iklan yang mengandung unsur visualisasi bahwa SKM merupakan produk minuman seduh yang bagus untuk dikonsumsi. Penyajian iklan dan visualisasi semacam ini merupakan ‘dosa besar’ yang dilakukan produsen untuk menggaet konsumen. Dengan iklan seperti ini, anggapan masyarakat mengenai SKM cair berwarna putih ini sebagai susu sulit diubah.
Meski beragam pelanggaran ini sebenarnya sudah ditindak oleh BPOM selaku Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia, tapi, ya gitu, produsen masih punya ‘seribu cara’ untuk mengakalinya. Beberapa temuan KOPMAS menyebutkan bahwa produsen mengganti produk SKM ini menjadi susu bubuk yang kandungan dan olahannya berasal dari bahan yang sama dengan SKM. Termasuk menghilangkan kata susu dan menggantinya menjadi “full cream”.
Pemerintah melalui BPOM masih punya banyak ‘PR’ untuk memberikan edukasi mengenai komposisi susu yang benar dan belum menjangkau masyarakat kebanyakan. BPOM harus berani bersikap tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan produsen
Edukasi Harus Terus Dijalankan
Terkait penggunaan SKM ini, BPOM telah menyarankan agar SKM hanya digunakan sebagai topping dan bahan campuran pada makanan atau minuman seperti roti, kopi, teh, coklat, dan sejenisnya. Beragam edukasi juga telah dilakukan agar konsumen semakin terlindungi.
Berikut ini beberapa penjelasan dari BPOM:
- Subkategori susu kental dan analognya (termasuk di dalamnya SKM) merupakan salah satu subkategori dari kategori susu dan hasil olahannya. Subkategori/jenis ini berbeda dengan jenis susu cair dan produk susu, serta jenis susu bubuk, krim bubuk, dan bubuk analog.
- Karakteristik jenis SKM adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 8 persen dan kadar protein tidak kurang dari 6,5 persen (untuk plain). Susu kental dan analog lainnya memiliki kadar lemak susu dan protein yang berbeda, namun seluruh produk susu kental dan analognya tidak dapat menggantikan produk susu dari jenis lain sebagai penambah atau pelengkap gizi.
Peraturan BPOM tentang iklan SKM.
- Surat edaran No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada produk Susu Kental dan Analognya (subkategori pangan 01.3) yang ditujukan kepada seluruh produsen/importir/distributor SKM menegaskan label dan iklan SKM tidak boleh menampilkan anak usia di bawah 5 tahun dan tidak diiklankan pada jam tayang acara anak-anak.
- Berdasarkan hasil pengawasan BPOM RI terhadap iklan SKM di tahun 2017 terdapat 3 iklan yang tidak memenuhi ketentuan karena mencantumkan pernyataan produk berpengaruh pada kekuatan/energi, kesehatan dan klaim yang tidak sesuai dengan label yang disetujui. Iklan tersebut sudah ditarik dan tidak ditemukan di peredaran.
Semoga dengan adanya sinergi antar-masyarakat dan pemerintah, membuat konsumen semakin aman dan terlindungi.