Foodbank of Indonesia (FOI) mencatat sebanyak 27 persen balita Indonesia pergi ke sekolah (PAUD) dalam keadaan lapar karena tidak sarapan. FOI meluncurkan kampanye “Bikin Dapur Ngebul”.
Anak adalah generasi masa depan bangsa. Siapa pun pasti setuju dengan pernyataan ini. Pertanyaannya, apakah kita sudah memenuhi kebutuhan anak dengang seimbang, agar generasi bangsa tersebut tumbuh sehat, cerdas, dan memiliki karakter yang kuat. Merawat tumbuh kembang anak tidak hanya berfokus pada pendidikan saja, tetapi juga harus memerhatikan sumber pangan yang dikonsumsinya. Semua kebutuhan dan keseimbangan gizinya harus disesuaikan dengan usia dan pangan yang dikonsumsi.
Baca juga: Soto Kemangi Pasar Kotagede
Meski belum memiliki anak, tapi saya sangat tertarik dengan isu-isu seputar perkembangan anak. Sebagai calon orang tua, saya juga terus belajar tentang sumber pangan yang baik untuk tumbuh kembang anak. Pun saat mengikuti webinar yang bertema “Bikin Dapur Ngebul, #IUAK: Ikan untuk Anak” dari Foodbank of Indonesia (FOI). Dari sana saya jadi tau banyak persoalan pangan yang sangat serius. Termasuk isu-isu pemenuhan sumber gizi untuk anak-anak.
Bangsa besar seperti Indonesia, tidak akan menghasilkan generasi yang cerdas jika sumber pangan yang dikonsumsinya tidak berkualitas. Saat ini, kita masih dihadapkan dengan problem gizi buruk dan kelaparan. Tingkat kesejahteraan anak di Indonesia masih sangat rendah. Masih banyak anak-anak yang berangkat ke sekolah tanpa sarapan dan kelaparan. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 jumlah anak-anak yang kelaparan saat di sekolah mencapai 41,2 persen.
Foodbank of Indonesia (FOI) sebagai organisasi sosial nirlaba yang misinya memerangi kelaparan dalam masyarakat miskin dan meningkatkan gizi terutama bagi anak- anak, berperan besar dalam menjembatani kaum berkecukupan dengan kaum yang membutuhkan.
Kampanye “Bikin Dapur Ngebul” FOI, Kenalkan Reragam Sumber Pangan untuk Keluarga
Siapa yang masa kecilnya masih dikenalkan budaya makan dari dapur keluarga? Alhamdulillah, saya masih mengalami momen-momen tersebut. Dulu, karena masih tinggal di daerah, saya hampir tidak pernah makan di luar. Jika pun pernah, bisa dihitung jari. Maklum, restoran fastfood saat itu belum ada di daerah. Sumber pangan utama berasal dari dapur.
Kini, setelah tinggal di ibu kota, saya merasakan bahwa budaya makan yang bersumber langsung dari dapur keluarga menjadi hal yang sangat langka. Sumber pangan berkualitas dari dapur keluarga mempunyai peran yang sangat strategis bagi anggota keluarga. Setidaknya ada lima manfaat bisa kita dapatkan. Berikut di antaranya:
- Menyediakan pangan dan pemenuhan gizi bagi keluarga
- Sumber pengetahuan bagi anak-anak
- Sumber kesehatan
- Sebagai salah satu wahana untuk berinteraksi antaranggota keluarga
- Pembentukan nilai-nilai kebaikan dan karakter anak
Selain lima hal di atas, tentunya masih banyak lagi sumber pengetahuan yang bisa digali dari dapur keluarga.
Pentingnya Menghidupkan Kembali Dapur Keluarga agar tetap Ngebul
Dalam webinar “Bikin Dapur Ngebul, #IUAK: Ikan untuk Anak”, Ibu Eni Harmayani sebagai salah satu narsum memaparkan betapa pentingnya menghidupkan kembali budaya dapur keluarga. Setidaknya ada lima alasan yang beliau sampaikan dalam webinar bersama FOI tersebut.
Pertama, makan merupakan salah satu bagian dari proses bertahan hidup yang memiliki hubungan langsung dengan tumbuh kembang anak yang dimulai dari dapur. Perilaku anak dibentuk dari awal kehidupan melalui pengalaman makan dan perilaku makan orang lain
Kedua, budaya dapur keluarga memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia untuk mengenalkan makanan, memberi pengetahuan tentang pangan dan kesehatan, menanamkan nilai-nilai kebajikan dan lain sebagainya.
Ketiga, makanan khas Indonesia terkenal menggunakan berbagai macam bumbu dan rempah yang membuat makanan memiliki aroma dan cita rasa yang sangat khas.
Keempat, rempah-rempah hasil bumi Indonesia tidak hanya berperan sebagai cita rasa makanan, tetapi juga merupakan sumber vitamin, mineral, dan senyawa kimia lainnya yang tentunya sangat baik bagi tubuh.
Terakhir, keragaman sumber pangan dan rempah-rempah yang berasal dari bumi Indonesia memiliki peran penting dalam dapur keluarga. Khususnya bagi kesehatan anggota keluarga dan anak-anak.
Faktor yang Memengaruhi Pergeseran Pola Makan
Banyak hal yang membuat budaya makan yang bersumber dari dapur keluarga menjadi terkikis. Setidaknya ada beberapa faktor yang memengaruhinya. Salah satunya adalah urbanisasi yang menuntut masyarakat hidup dengan serba cepat. Padatnya aktivitas di perkotaan membuat gaya hidup instan semakin diminati.
Keluarga yang tinggal di kota-kota besar tidak lagi memiliki waktu yang cukup untuk memasak dan mengolah makanan. Mengonsumsi fast food atau junk food sudah menjadi budaya. Hasilnya, makanan yang dikonsumsi kurang bervariasi sehingga asupan gizinya menjadi kurang lengkap.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga menjadi pencetus hilangnya budaya makan yang bersumber dari dapur keluarga. Pola makan tidak lagi didasarkan pada nilai kecukupan gizi, melainkan oleh kebutuhan berbasis psikologis. Memilih mengonsumsi makanan hanya karena faktor keinginan sesaat. Misalnya, karena visual makanan yang mewah, sementara kandungan gizinya tidak lagi diperhatikan.
Faktor globalisasi juga memberi andil dalam pergeseran pola makan yang serba instan. Perdagangan internasional cenderung membuat masyarakat menganut budaya makan yang berasal dari luar.
Selain itu, meningkatnya produktivitas hasil pertanian monokultural (terfokus pada makanan tertentu), juga menjadi penyebab pergeseran pola makan masyarakat. Pergeseran ini menyebabkan agrobiodiversity dan kesehatan menjadi berkurang.
Kembali Membudayakan pada Pola Makan 5M Ala FOI
Taukah kamu? Indonesia memiliki keragaman pangan yang sangat besar. Setidaknya ada 150 jenis minuman daerah yang bisa dikonsumsi. Lebih dari 1200 kudapan tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Dari jumlah tersebut terdapat kurang lebih 71 set hidangan makanan utama beserta lauk pauk. 64 resep nasi goreng dan 2.000 ragam resep lauk pauk dari berbagai daerah.
Indonesia juga memiliki lebih dari 3.000 spesies ikan laut dan 1.200 lebih spesies ikan air tawar. Dari jumlah ini baru sepuluh persen yang dikonsumsi.
Keragaman menu ini bisa menjadi modal agar keluarga tidak bosan menyantap variasi makanan yang bersumber dari dapur keluarga. Tidak ada kata “tidak ada ide” untuk mengumpulkan, meramu, mengolah, menyajikan, dan menyantap makanan dari dapur keluarga. Terutama makanan yang bersumber dari olah ikan karena mudah mudah didapatkan dan terjangkau.
Kegiatan menyantap makanan bersama yang bersumber dari dapur keluarga, menjadi ajang untuk mengenalkan keanekaragaman sumber pangan kepada anak-anak. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Pak Machmud (salah satu narsum dalam webinar).
“Kampanye Bikin Dapur Ngebul menjadi sebuah contoh sebuah aksi untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dengan sehat. Salah satunya dengan pemberian olahan ikan bagi anak karena ikan memiliki banyak manfaat seperti untuk perkembangan otak anak. Selain itu, ikan mudah didapatkan dengan harga terjangkau” tutur Machmud.
Fakta tentang Makanan yang Harus Diketahui
Dalam webinar FOI “Bikin Dapur Ngebul, #IUAK: Ikan untuk Anak” ini, saya jadi tau bahwa banyak fakta tentang makanan yang tidak saya ketahui sebelumnya. Fakta-fakta ini membuat saya merenung agar selalu bersyukur dan tidak menyia-nyiakan makanan.
Taukah kamu kalau Indonesia menjadi negara yang terkenal membuang makanan. Setidaknya setiap satu orang membuang sekitar 300 kilogram makanan per tahun. Jika ditotal, sekitar 13 juta ton makanan terbuang percuma setiap tahunnya. Jika makanan ini bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin, jumlahnya bisa memberi makan untuk 8 juta orang.
Fakta tentang Indonesia yang terkenal membuang makanan, hanya dikalahkan oleh Arab Saudi yang menempati urutan pertama. Total makanan yang dibuang oleh Arab Saudi mencapai sekitar 400 kilogram per kapita.
Di seluruh dunia, sepertiga makanan yang diproduksi setiap tahunnya terbuang percuma. Nilainya mencapai satu triliun dolar. Dengan mengetahui fakta-fakta ini, setidaknya kita bisa merenung dan belajar agar tidak membuang-buang makanan.
Sebagai penutup dalam kegiatan webinar FOI “Bikin Dapur Ngebul, #IUAK: Ikan untuk Anak”, saya kembali diingatkan bahwa anak merupakan generasi penerus yang berperan dalam kelangsungan bangsa. Karenanya, pemenuhan gizi yang bersumber pada budaya dapur keluarga sangatlah penting.
Peran orang tua terutama ibu, menjadi sangat penting dalam menghasilkan makanan yang baik bagi anggota keluarganya. Menghidupkan kembali budaya makan yang bersumber dari dapur keluarga, merupakan kekayaan kuliner yang berperan dalam pemenuhan gizi keluarga.
Selamat memasak!