“Besok malam mau kulineran di mana? Aku siap nganter deh asal jangan siang, nggak kuat panasnya.” ini keluhan teman saya terhadap perubahan iklim Bumi.
Tawaran tersebut saya terima saat menapakkan kaki di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Iya. Saya baru sadar kalau cuaca di kota kecil tersebut sangat menyengat saat siang hari. Jangankan siang, bahkan malam pun masih terasa hangat. Perubahan iklim Bumi memang luar biasa. Panasnya bisa mencapai 35-36 derajat celcius.
***
Baca juga: Papandayan, Gunung Api Cantik di Bumi Garut Menyambangi Eksotisme Bumi Jember (Bag. 1)
Merasa nggak sih, kalau belakangan ini cuaca makin panas! Saya bahkan sering banget malas keluar rumah saat siang hari. Selain panas, kadang cuaca mendadak berubah ekstrem. Tiba-tiba hujan deras mengguyur tanpa jeda. Mungkin ini yang dinamakan orang Jawa dengan “wolak walik e jaman” alias perubahan zaman yang tidak bisa diprediksi.
Dulu, saat masih kecil saya merasa musim kemarau dan musim hujan itu berlangsung stabil. Setengah tahun hujan, setengah tahun musim kemarau. Beberapa tahun belakangan ini cuaca semakin susah diprediksi. Pernah selama bulan Juni-Juli mengalami hujan terus menerus alias kemarau basah. Mirip sama judul puisinya Sapardi Djoko Damono-Hujan di Bulan Juni.
Selama kurang lebih dua puluh tahun tinggal di ibu kota, baru dua tahun belakangan ini saya khawatir saat musim hujan tiba. Musim hujan seolah menjadi momok karena banjir terjadi di mana-mana. Saya tidak tinggal di daerah pemukiman yang rawan banjir, tapi sekarang kalau hujannya lumayan deras, airnya bisa masuk sampai ke ruang tamu. Hal yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Kalau daerah tempat tinggal saya yang lumayan tinggi saja airnya bisa masuk ke rumah, saya yakin daerah lain yang lebih rendah kondisinya pasti jauh lebih parah.
Cuaca memang sudah berubah. Bumi tempat kita tinggal saat ini memang sudah semakin renta. Hampir semua orang tau perubahan iklim yang terjadi belakangan ini disebabkan oleh beragam faktor. Mulai dari pemanasan global, efek gas rumah kaca, kerusakan lapisan ozon, kerusakan fungsi hutan, penggunaan Cloro Flour Carbon (CFC) yang tidak terkontrol, gas buang industri dan lain-lain.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan?
#TimeforActionIndonesia untuk Memitigasi dan Concern dengan Perubahan Iklim Bumi
Beberapa dekade ini aktivitas atau hobi berburu makanan alias kulineran, diminati banyak orang. Selain berburu makanan, aktivitas untuk berburu dan mengumpulkan barang juga semakin mudah karena menjamurnya online shop. Saya pun pernah di fase ini. Suka banget berburu dan mengumpulkan barang-barang yang sebenarnya tidak saya butuhkan. Termasuk berburu kuliner yang unik dan enak. Asal ngehits!
Tapi, sejak membaca buku “Gaya Hidup Minimalis” dan tertarik menerapkannya, saya punya beberapa prinsip utama saat mengonsumsi atau menggunakan sesusatu. Meski sederhana, ini adalah bentuk tanggung jawab saya pribadi yang mungkin bisa sedikit berkontribusi terhadap perubahan iklim. Berikut ini beberapa di antaranya:
-
Pakai/konsumsi sampai habis
Prinsip ini selalu saya terapkan dalam segala hal. Tidak hanya terbatas pada penggunaan barang, tetapi juga saat mengonsumsi makanan atau kuliner. Ikhtiar kecil ini sebagai bentuk tanggung jawab saya terhadap Bumi. Apa yang saya ambil harus dimakan sampai habis. Jangan sampai tersisa.
Saya sadar rantai makanan yang kita konsumsi tidak sederhana. Untuk menghasilkan seporsi makanan sampai di depan kita, membutuhkan proses yang sangat panjang. Banyak sumber daya alam yang diambil. Ini membutuhkan komitmen dari para petani untuk memproduksi bahan pangan. Berlaku juga dalam memproduksi barang.
Dengan menghabiskan makanan yang saya ambil, saya merasa ini adalah cara termudah untuk menghargai kerja keras petani. Selain itu, tidak meninggalkan limbah sisa makanan juga berarti kita berkontribusi untuk mengurangi karbondioksida (CO2) dan zat metane (CH4). Keduanya cukup signifikan untuk menghasilkan zat metane dalam jumlah yang besar. Zat metane ini lebih memberikan dampak pada pemanasan global dibandingkan dengan CO2.
-
Pakai/beli secukupnya
Proses menghasilkan makanan atau barang konsumsi berkaitan erat dengan produksi di hulunya. Jika kita mengonsumsi makanan atau menggunakan barang konsumsi tanpa menyisakan limbah, pastinya produksi bahan pangan atau barang bisa mencukupi untuk semua manusia.
Mengonsumsi secukupnya membuat saya merasa puas dengan apa yang saya miliki. Prinsip ajaran agama yang selalu saya ingat dan yakini: sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Dengan mengonsumsi sesuatu secukupnya secara tidak langsung juga berpengaruh pada minimnya jejak karbon yang tercipta.
-
Pakai sampai rusak
Sebagai bentuk komitmen untuk menerapkan gaya hidup minimalis, saya juga berusaha untuk menggunakan barang dengan cermat dan efisien. Misalnya, saat membeli gawai, saya bertekad untuk tidak menggantinya jika belum benar-benar rusak. Begitu juga dalam menggunakan barang-barang lainnya seperti sepatu, tas, baju dan lain-lain.
Memakai barang sampai rusak meminalisir barang-barang baru yang memiliki fungsi sama bertumpuk. Selain itu, pengeluaran juga menjadi lebih hemat dan sampah dari barang-barang tak berguna bisa dicegah.
- Bawa tumbler atau wadah makanan sendiri
Berapa jumlah cup kopi yang bisa dicegah dan menjadi limbah, jika kita konsisten membawa tumbler sendiri setiap membeli kopi? Sejujurnya, kebiasaan membawa tumbler ini sudah lama saya terapkan. Maklum, saya minum air putih cukup banyak setiap hari. Daripada membeli air mineral botolan, lebih baik membawa sendiri dari rumah. Hemat dan minim sampah plastik.
Termasuk saat membeli makanan. Selain bisa mencegah limbah plastik bungkus makanan, juga lebih higienis dan saya merasa lebih aman saat mengonsumsinya.
-
Bawa kantung belanja sendiri
Jauh sebelum pemerintah ibu kota melarang penggunaan plastik belanja di mini market dan swalayan, saya sudah terbiasa membawa kantung sendiri saat belanja. Alasannya banyak. Bisa mengurangi limbah plastik, bisa dipakai berulang kali, lebih ramah lingkungan, dan lebih kuat ketimbang kantung plastik.
Membawa tas belanja ramah lingkungan juga lebih hemat ketimbang harus dikenakan charge kantung plastik. Penghematan dari kantung plastik ini lebih baik didonasikan. Meski jumlahnya tidak besar, insyaallah berkah.
- Menggunakan kembali barang lama/bekas
Sudah tau kan tentang apa itu reduce, reuse, dan recycle atau yang biasa disingkat 3R? Konsep ini memang sudah nggak asing lagi. Yap! Saat ini jutaan sampah membanjiri bumi kita setiap harinya. Kita sebagai #MudaMudiBumi mau nggak mau harus bertanggung jawab dengan sampah-sampah yang setiap hari kita produksi. Caranya dengan 3R tadi.
Untuk memproduksi berbagai produk kebutuhan, dibutuhkan sumber daya alam serta energi yang enggak sedikit, lo. Menggunakan barang lama atau mendaur ulang barang bekas memiliki banyak manfaat. Paling tidak eksploitasi sumber daya alam dan energi yang kita konsumsi bisa dikurangi.
Baca juga: Tren Green Jobs Meningkat, Ini Peluang dan Tantangannya
#UntukmuBumiku Saya Bersumpah untuk Hidup Sesuai dengan Kebutuhan
Banyak inspirasi setelah saya membaca buku “Gaya Hidup Minimalis”. Setelah membaca buku ini saya bertekad untuk hidup sesuai dengan kebutuhan. Menggunakan seperlunya, mengonsumsi secukupnya, dan tidak lagi menumpuk barang yang memang tidak saya perlukan.
Kata-kata sederhana dari Mahatma Gandhi selalu mengingatkan kita untuk menyayangi Bumi. Seperti petuahnya: “Dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memenuhi keserakahan manusia.”
Jadi, apa upayamu untuk memitigasi? Nggak perlu ragu untuk berkontribusi terhadap perubahan iklim Bumi. Yuk, berbagi di kolom komentar.