Stigma terhadap penyakit tertentu yang berkembang di tengah masyarakat, seringkali menjadi momok yang sulit sekali dihindari oleh penyandanganya. Misalnya saja saja stigma mengenai penyandang HIV/AIDS atau orang yang terinfeksi COVID-19. Stigma mengenai orang-orang ini akan terus beredar kuat di tengah masyarakat. Hal ini pula yang dialami oleh para pasien penyakit kusta.
Kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang sampai detik ini masih ada di tengah masyarakat kita. Sayangnya, kehadiran kusta kini kurang begitu diperhatikan. Bahkan, cenderung diabaikan. Namun, stigma mengenai orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) masih begitu kuat dan seringkali membuat OYPMK mendapatkan perlakuan diskriminatif.
Baca juga: CEGAH DISABILITAS KARENA KUSTA, INI SARAN DR SRI LINUWIH SUSETYO
Keberadaan Penyakit Kusta di Tanah Air
Sepertinya, penyakit kusta sudah lama dilupakan orang. Banyak yang tidak sadar kalau penyakit ini sebenarnya masih ada. Indonesia sendiri masih menjadi negara yang belum bebas dari kusta. Bahkan, Indonesia masuk ke dalam peringkat ketiga negara dengan angka penyakit kusta paling tinggi di dunia.
Di tengah arus informasi yang saat ini semakin padat dan teknologi yang semakin canggih, masyarakat Indonesia nyatanya masih kurang paham tentang kusta. Stigma mengenai penyakit ini masih tetap beredar dan membuat pasien kusta enggan untuk memeriksakan diri. Kurangnya edukasi masyarakat membuat stigma tersebut terus berkembang hingga saat ini.
Banyaknya perlakuan diskriminatif yang diterma dari orang-orang di sekitarnya, menjadi penyebab pasien kusta menutup diri. Ini menjadi salah satu sebab penyakit kusta di Indonesia sulit untuk dideteksi dan dibasmi sampai tuntas. Sebaliknya, angka penyandang kusta bisa meningkat.
Mengenal Kusta dan Gejalanya
Kusta sendiri merupakan jenis penyakit menahun yang sifatnya menular. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Kusta akan menular melalui saluran pernapasan dan perlu diketahui bahwa penyakit ini tidak menular lewat sentuhan. Proses penularan butuh waktu yang lama, mulai dari 6 bulan sampai 20 tahun hingga muncul gejala.
Melalui talkshow Ruang Publik KBR, dr. Astri Ferdiana mencoba memberikan edukasi mengenai penyakit kusta agar stigmanya tidak terus berkembang. Dalam acara talkshow tersebut, dipaparkan bahwa gejala kusta ini menyerupai penyakit kulit panu. Ditemukan bercak kulit berwarna merah atau putih pada penderita kusta. Bercak tersebut tidak terasa perih maupun sakit.
Hadir pula dalam talkshow tersebut, Al Qadri, Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional yang juga merupakan OYPMK. Beliau memaparkan bahwa gejala tersebut juga dirasakan olehnya ketika terinfeksi kusta pada umur 6 tahun. Bahkan saat itu kulitnya juga sempat mengalami mati rasa.
Diskriminasi Penderita Kusta
Al Qadri juga membagikan kisahnya ketika mengalami diskriminasi dari masyarakat. Bahkan, saat itu Al Qadri sempat ditolak untuk bersekolah dan dijauhi oleh teman-teman di sekitarnya. Hal ini memberikan dampak besar pada kondisi mental Al Qadri dan anggota keluarganya saat itu. Menurutnya, penyakit kusta tidak terlalu sakit untuk dirasakan, tetapi beban mental yang ditanggung begitu berat.
Menurut Al Qadri, stigma yang beredar di masyarakat mengenai kusta ini harus segera dihilangkan. Bagaimanapun juga stigma tersebut tidak hanya memberikan beban mental bagi penyandang kusta. Lebih dari itu, stigma ini akan mempersulit proses penyembuhannya. Ini yang menyebabkan kusta semakin sulit untuk dikendalikan.
Stigma ini berkembang semakin buruk di tengah masyarakat. Menurut Al Qadri, setelah orang yang menderita kusta dinyatakan sembuh, ia tetap saja menerima perlakuan diskriminatif. Perlakuan dari masyarakat sekitar terhadap OYPMK juga begitu buruk. Hal ini membuat OYPMK rentan mengalami depresi dan membenci dirinya sendiri bahkan meskipun sudah sembuh dari kusta.
Mari Perangi Kusta dan Stigmanya!
Upaya pencegahan dan penanganan kusta kini semakin berkembang. Masyarakat seharusnya tak perlu takut lagi dan semakin rajin mengedukasi diri mengenai jenis penyakit ini.
Sampai saat ini memang belum ada vaksin penyakit kusta. Namun, pemerintah telah mengeluarkan obat pencegahan yang dibagi menjadi dosis dewasa, 15 tahun, dan di bawah 15 tahun. Selain itu ada juga obat MDT atau Multidrug Therapy yang bisa ditemui di puskesmas secara gratis.
Kusta bukanlah suatu hal yang harus ditakuti hingga membuat para penderitanya terdiskriminasi. Penyakit ini memang perlu diwaspadai tetapi bukan berarti penderita kusta maupun OYPMK harus dijauhi. Mari bersama-sama saling menjaga serta tetap memberikan kesempatan bagi OYPMK agar tetap produktif dan bisa diterima di tengah masyarakat.
Penting sekali bagi masyarakat untuk mencari informasi lengkap mengenai kusta sebagai bahan edukasi diri. Apalagi saat ini sumber informasi semakin mudah untuk didapatkan. Jangan malas membaca dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan demi membantu melenyapkan stigma negatif tentang kusta yang kini masih berkembang di tengah masyarakat.