Cita-cita Muhammad Farid untuk membangun sekolah alam yang terjangkau kini berhasil dirintis.
***
Pandemi Covid19 yang terjadi di seluruh dunia, berdampak besar di semua sektor. Pandemi tidak saja melumpuhkan perekonomian, tetapi juga menciptakan dampak buruk di dunia pendidikan. Jumlah anak putus sekolah meningkat tajam. Jumlahnya bahkan mencapai 10 persen pada 2019. Hal ini mendorong Muhammad Farid untuk terjun berkontribusi dalam dunia yang digelutinya. Lelaki yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur ini tergerak hatinya untuk membantu mereka.
Dampak dari memburuknya perekonomian keluarga, banyak anak usia sekolah yang terpaksa meninggalkan bangku pendidikan untuk membantu keluarga. Karena kondisi ekonomi, banyak orang tua yang tidak bisa membiayai sekolah anak-anaknya.
Baca juga: BHRISCO JORDY DUDI PADATU, PEJUANG PENDIDIKAN BAGI PENERUS BANGSA DI PAPUA
Mengenal Muhammad Farid
Dunia pendidikan sendiri memang lekat dengan sosok kelahiran tahun 1976 ini. Sebagai seorang pendidik, keterlibatannya dalam sekolah alam awalnya untuk menyelesaikan tesis yang sedang dikerjakannya. Namun, melihat data di lapangan, hati Farid bangkit untuk melakukan sesuatu guna menyelamatkan generasi bangsa.
Farid yang pernah melihat sekolah alam, tertarik untuk menyelenggarakan di Banyuwangi. Namun, melihat biaya yang ternyata jauh lebih tinggi dari pendidikan biasanya, membuatnya berpikir kembali. Karena niat awalnya untuk membantu masyarakat yang kekurangan ekonomi, biaya sekolah alam yang tinggi bukan solusi. Meski demikian, konsep pendidikan ini sangat tepat bagi masyarakat menengah ke bawah.
Farid memutar otak untuk mendapatkan solusi. Tujuan utamanya adalah bagaimana memberikan pendidikan yang nyaman dan menyenangkan bagi semua anak-anak tetapi tetap terjangkau. Masalah ekonomi yang saat itu merupakan PR bersama turut dipikirkannya. Dengan semangat tinggi, akhirnya terbentuklah sekolah alam Banyuwangi Islamic Scholl.
Mendirikan Sekolah Alam di Tanah Wakaf
Masalah lokasi sekolah merupakan persoalan yang awalnya sulit untuk mendapatkan solusi. Dengan keterbatasan dana yang ada, Farid kebingungan untuk membeli lahan dan membangun sekolah. Untuk membayar guru saja saat itu belum terpikir dari mana dananya.
Beruntung, niat baiknya mendapat sambutan dari banyak pihak. Seorang pemilik kafe yang sudah tidak beroperasional mewakafkan tanah seluas 4000m² yang kemudian digunakan untuk mendirikan sekolah sekaligus tempat praktik siswa.
Awalnya, Farid juga kesulitan untuk mendapat murid. Masalah biaya masih banyak menghantui orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya. Namun kini, siswa sekolah alam tersebut berasal dari seluruh penjuru Indonesia.
Di atas tanah wakaf tersebut setiap hari siswa belajar, bukan hanya pendidikan umum, tetapi juga ilmu agama. Konsep yang dilaksanakan di Banyuwangi Islamic School adalah boarding school. Semua siswa tinggal di lingkungan sekolah. Setelah menyelesaikan pendidikan umum tingkat SMP pada pagi hingga siang, sore sampai malam siswa belajar ilmu agama.
Bagi yang datang ke lingkungan sekolah ini, pasti akan kagum. Siswa-siswi yang berasal dari latar belakang keluarga kurang mampu sangat fasih berbicara dalam Bahasa Inggris. Meski berada di kawasan pinggiran tepatnya di kecamatan Genteng, Banyuwangi, siswa-siswi belajar dengan kurikulum yang mampu bersaing dengan sekolah di kota besar.
Bayar Sekolah dengan Sayur dan Doa
Melihat latar belakang tujuan pendirian sekolah untuk membantu keluarga kurang mampu, lantas bagaimana orang tua siswa membayar biaya sekolah? Ternyata hal ini sangat menarik banyak orang, Farid membebaskan siswa untuk membayar menggunakan apa saja. Salah satu yang paling sering dibawa oleh orang tua siswa sebagai bayaran sekolah adalah sayuran hasil panen.
Ada juga yang membayar dengan ikan dan hasil peternakan. Untuk gurunya sendiri, pada awalnya juga mendapat bayaran sayuran atau hasil bumi yang dibawa siswa dari rumah. Bahkan jika membayar dengan doa sekalipun, Farid dan para gur akan menerima dengan ikhlas.
Dengan penuh keikhlasan, para guru mengabdi. Seiring perkembangan dan kemajuan sekolah, kini semakin banyak orang yang mempercayakan sebagian rezekinya untuk pengembangan sekolah. Para guru pun sekarang bisa mendapat gaji berupa uang yang memadai. Sampai sekarang, semakin banyak siswa yang terbantu dan bersekolah di sekolah berkualitas ini.
Hingga kini, sekolah ini masih sangat dikenal dan tetap menerima siswa dengan pembayaran berupa sayur, hasil bumi, maupun doa. Mimpi dan cita-cita farid serta segenap guru dan pengurus sekolah sudah terwujud dengan banyaknya siswa yang dapat merasakan pendidikan berkualitas dengan mudah dan murah.
Keikhlasan dan kerja keras Farid mengantarkannya mendapatkan SATU Indonesia Astra, sebuah anugerah bagi generasi muda yang membawa perubahan bagi masyarakat. Jika Farid berhasil mewujudkan mimpinya dan berkontribusi pada dunia pendidikan, maka kita semua bisa.
Sebagai bentuk kepedulian kepada Bangsa Indonesia, kita bisa melihat potensi dan mengembangkannya untuk kepentingan masyarakat. Sedikit kontribusi yang kita berikan akan berrdampak besar bagi perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia. Kini kita saatnya berkontribusi untuk negeri.