Di mana-mana plastik. Begitulah. Siapa pun termasuk saya, saban hari pasti bergelut dengan plastik. Saat membeli makanan, bungkus yang dipakai pada umumnya terbuat dari plastik atau styrfoam. Jajan kopi atau minuman pun begitu. Rata-rata wadahnya terbuat dari plastik.
Memang ada beberapa tempat yang meminimalisir penggunaan bahan baku yang diproduksi dari bahan minyak bumi yang sudah diproses teknologi kimia ini. Sayangnya, jumlahnya tidak banyak. Kalah jauh dengan yang menggunakan pembungkus plastik.
Dampak dan Bahaya Limbah Plastik Terhadap Pencemaran Lingkungan
Limbah plastik adalah salah satu masalah lingkungan paling serius yang dihadapi dunia saat ini. Plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun agar terurai. Selama itu pula materialnya bisa bertahan di lingkungan bebas dan mencemari tanah, laut, dan seluruh eksosistem.
Limbah plastik yang tidak dikelola dengan baik sering kali berakhir di selokan, sungai, atau laut. Banyak hewan yang berada di habitat ini mengira plastik sebagai makanan. Ikan, penyu, burung, dan hewan-hewan lainnya sering mengonsumsi sampah plastik ini. Jika plastik sering dikonsumsi oleh mereka, tentu saja akan menyebabkan kerusakan internal atau kematian.
Belum lagi jika hewan-hewan tersebut kita konsumsi. Mikroplastik yang terkandung di dalamnya dapat masuk ke rantai makanan melalui organisme kecil dan akhirnya mencapai manusia.
Saat ini sudah banyak ditemukan partikel mikroplastik yang larut dalam air minum, baik dari sumber alami maupun air minum botolan.
Selain bisa masuk ke dalam rantai makanan, plastik yang terakumulasi di tanah bisa mengganggu kesuburan dan merusak ekosistem di darat. Plastik yang terkubur dapat mencegah air meresap ke dalam tanah. Plastik juga bisa menghalangi pertumbuhan tanaman dan meracuni mikroorganisme yang memiliki peran penting dalam sebuah siklus ekosistem.
Beberapa bahan kimia berbahaya seperti Bisphenol A (BPA) dan phthalate dapat larut dan masuk ke dalam tubuh manusia. Kita yang tanpa sadar mengonsumsi bahan-bahan berbahaya ini berisiko meningkatkan gangguan hormon, kanker, dan masalah kesehatan lainnya.
Sampah dan limbah plastik yang dibakar pun bisa menghasilkan gas rumah kaca dan menghasilkan emisi karbon. Plastik yang memiliki volume besar dan mendominasi tempat pembuangan akhir sampah berkontribusi terhadap pemanasan global.
Bahannya yang sulit terurai memerlukan biaya tinggi untuk proses pembersihan, pengelolaan, maupun pembuangannya.
Potensi Pelepah sebagai Pengganti Plastik Kemasan Sekali Pakai
Bicara tentang solusi limbah plastik, pastinya sudah banyak inovasi ramah lingkungan yang ditawarkan. Salah satunya melalui pemanfaatan pelepah sebagai bahan alternatif plastik sekali pakai.
Mari Berkenalan dengan Pelepah
Pelepah, bahan pengganti plasti seperti apa itu? Pelepah sendiri merupakan bagian dari tanaman yang sering dijumpai di pohon kelapa atau pinang. Bagian ini seringkali terbuang atau berakhir di tempat sampah karena dianggap rapuh. Sering pula dianggap sampah tak terpakai.
Padahal, dengan teknologi yang tepat, material pelepah ini bisa diolah menjadi bahan alaternatif pengganti plastik yang kuat dan tahan lama. Tentu saja lebih ramah lingkungan.
3 Keunggulan Pelepah sebagai Material Ramah Lingkungan
Ide penggunaan pelepah sebagai bahan pengganti plastik ini tak lepas dari tiga keunggulan yang dimiliki pelepah.
Pertama, material ini bersifat biodegradable. Secara alamai, pelepah dapat terurai dalam waktu yang relatif singkat bila dibandingkan dengan plastik. Alasan ini tentu saja bisa mengurangi tekanan dan volume pada tempat pembuangan akhir sampah.
Kedua, bahan pelepah bisa kembali ke siklus alam tanpa takut akan meninggalkan jejak pencemaran. Beda halnya dengan plastik yang bisa melepaskan mikroplastik berbahaya.
Ketiga, sudah pasti ramah lingkungan. Produksi bahan pengganti plastik dari pelepah ini tidak memerlukan bahan kimia berbahaya maupun emisi karbon tinggi. Yang pasti akan membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Pelepah pisang memiliki tekstur ideal sebagai bahan pembungkus. Selain ringan juga kokoh. Banyaknya pohon pinang yang tumbuh subur di Nusantara, memiliki potensi besar jika pelepahnya dikelola dengan baik.
Inovasi keren ini saya temukan saat membaca postingan Instagram @plepah_id yang dikelola oleh Rengkuh Banyu Mahandaru. Baginya, produk berbahan dasar pelepah ini bisa menggantikan plastik dan styrofoam yang sering digunakan sebagai pembungkus makanan.
Rengkuh Banyu Mahandaru, Inisiator Produk Kemasan Makanan Berbahan Pelepah
Adalah Rengkuh Banyu Mahandaru, laki-laki berusia 33 tahun kelahiran Garut, 26 Juli 1991 ini berusaha mengenalkan produk hasil hutan non-kayu yang berasal dari limbah pohon pinang.
Rengkuh Banyu Mahandaru mencoba berinovasi dengan pelepah pinang yang digunakan sebagai wadah makanan.
Banyak hal yang menginspirasi dirinya. Salah satunya berasal dari riset di India. Di negara Taj Mahal berada tersebut, warganya banyak menggunakan peralatan makan ramah lingkungan. Padahal, peralatan makanan ramah lingkungan bukanlah hal baru di Indonesia. Daun pisang, daun jati, daun pandan, dan lain-lain sudah ratusan tahun digunakan oleh nenek moyang kita.
Dari beragam inspirasi tersebut, Rengkuh Banyu Mahandaru kemudian mendirikan @plepah_id untuk membantu mengatasi permasalahan limbah kemasan. Bahan bakunya berasal dari pelepah pohon pinang.
Rengkuh Banyu Mahandaru memulai dari Pulau Sumatra, yakni dari Desa Teluk Kulbi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi dan Desa Mendis, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Pria yang memiliki arti nama Air ini mengembangkan produk kemasan ramah lingkungan berupa piring, mangkok, dan kontainer makanan.
Untuk menyuplai bahan baku, Rengkuh mengandalkan produksi pelepah pinang dari dalam negeri. Ada lebih dari 150.000 hektar kebun pinang di Pulau Sumatra. Jumlah ini belum termasuk potensi produksi dari pulau Papua dan NTT.
Dengan pengelolaan yang tepat, limbah pohon pinang ini bisa mendatangkan manfaat. Apalagi Rengkuh juga memiliki latar pendidikan yang mumpuni. Ia lulus dari Institut Teknologi Bandung dengan mengantongi gelar sarjana Desain Produk. Dengan latar tersebut Rengkuh Banyu dan kedua temannya mulai mengembangkan produksi piring dan kontainer makanan.
Ia juga menjelaskan bahwa pembuatan kemasan makanan berbahan dasar pelepah membutuhkan mesin khusus. Setelah pelepah pinang disterilkan selanjutnya baru dicetak. Usaha yang dirintisnya pelan-pelan membuahkan hasil. Hingga saat ini omsetnya sudah mencapai miliaran rupiah.
Pemanfaatan Pelepah dan Dampak Postifnya bagi UMKM Lokal
Pelepah pinang bukan limbah yang tidak punya manfaat apa pun. Di tangan orang yang tepat seperti Rengkuh Banyu Mahandaru, terciptalah produk kemasan makanan ramah lingkungan.
Tak hanya membantu Banyu dan kedua temannya menciptakan ekonomi berkelanjutan, produk pelepah pinang juga banyak membantu petani dan UMKM lokal. Dengan meningkatnya produksi kemasan makanan, para petani dan penggiat UMKM lokal juga mendapatkan sumber pendapatan baru.
Selain mengurangi sampah plastik sekali pakai, pemamfaatan pelepah sebagai bahan baku juga membuka peluang ekonomi baru. Khususnya bagi para petani dan UMKM lokal di daerah pedesaan yang memiliki akses ke bahan tersebut.
Menggunakan produk berbahan dasar pelepah juga bisa membuat masyarakat lebih peduli terhadap dampak penggunaan plastik sekali pakai, dan pastinya lebih mendukung produk-produk ramah lingkungan.
Kendala Produksi Massal Kemasan Makanan dari Pelepah
Selain menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan ekonomi hijau, produksi kemasan makanan berbahan pelepah juga memiliki kendala tersendiri. Salah satu di antaranya adalah harga jualnya yang dinilai lebih tiggi bila dibandingkan dengan kemasan plastik atau styrofoam sekali pakai.
Harga jual yang tinggi membuatnya sulit bersaing dengan produk konvensional berbahan plastik atau styrofoam sekali pakai. Meski dinilai ramah lingkungan, bagi pelaku industri UMKM yang mengandalkan harga murah, produk pelepah memang belum banyak dilirik.
Banyu dan kedua temannya harus berusaha lebih untuk menciptakan kemasan makanan yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga ramah di kantong.
Penghargaan SATU Indonesia Awards 2023 untuk Rengkuh Banyu Mahandaru
Tidak ada perjuangan yang tidak membuahkan hasil. Setelah sekian tahun merintis produk kontainer makanan berbahan pelepah, pada 2023 Rengkuh Banyu dan timnya di @plepah_id akhirnya mendapatkan penghargaan dari SATU Indonesia Awards.
Penghargaan ini bukanlah akhir dari sebuah inovasi yang ia bangun. Apresiasi ini menjadi batu loncatan sekaligus pelecut agar Rengkuh Banyu tidak berhenti menjadi inspirasi bagi masyarakat agar lebih peduli lingkungan.
Inovasi yang ia kerjakan selama ini akhirnya bisa menjadi bukti nyata bahwa masih banyak anak muda di Indonesia yang peduli lingkungan dan ekonomi hijau.
Semoga saja perjuangan Rengkuh Banyu Mahandaru bisa terus berkembang dan menjadi harapan bagi anak cucu kita. Ingat! Kita tidak mewariskan lingkungan hijau melainkan kita meminjamnya dari anak cucu kita.