“Marsudi Ajining Diri” – Kita harus bisa menghargai diri sendiri sebelum menghargai orang lain – Kanjeng Sunan Kalijaga
Jauh hari, sebelum film Sultan Agung tayang di bioskop, dan masih dalam proses, saya sudah membatin, nanti kalau sudah tayang harus nonton film ini. Film kolosal tentang perjuangan Raja Mataram ke-3 pengganti Panembahan Hanyakrawati ini, memang lumayan epic. Saya sampai follow semua akun instagram para pemain dan sutradaranya, agar semata-mata nggak ketinggalan jadwalnya.
Nah, pas banget tanggal 23 Agustus 2018 kemarin, filmnya tayang serentak di XXI. Buat penyuka sejarah seperti saya, film ini lumayan menghibur. Sutradaranya nggak asing lagi sih, Mas Hanung Bramantyo. Setelah menyuguhkan film Kartini tahun lalu, Mas Hanung kembali dengan debut barunya: Sultan Agung, Tahta, Perjuangan, Cinta. Apa saja yang menarik dari film ini? Mari kita kupas satu per satu:
Aktor-aktor yang lkut Bermain
Dari sisi pemain, boleh dibilang lumayan berkualitas. Ada Adinia Wirasti yang berperan sebagai Lembayung, si Lembayung ini adalah “wanita masa lalu”nya Mas Rangsang alias Sultan Agung yang diperankan oleh Ario Bayu. Sementara Lembayung muda diperankan oleh Putri Marino berpasangan dengan Martino Lio yang berperan sebagai Mas Rangsang (Sultan Agung) saat masih muda.
Actor kawakan seperti Deddy Sutomo (alm), Cristine Hakim dan Merriam Belina pun tak ketinggalan ikut bermain. Acting mereka bertiga nggak usah diceritakan lagi. Cristine Hakim berperan sebagai Gusti Raden Banowati, istri ke-2 Panembahan Hanyakrawati, ayah dari Raden Mas Rangsang. Sementara sang permaisuri, Gusti Raden Tulung Ayu diperankan oleh Merriam Belina. Deddy Sutomo (alm) memerankan Ki Jejer dengan totalitas. Ki Jejer adalah sosok guru yang bijaksana dalam membentuk karakter Mas Rangsang sebagai Raja Mataram kelak.
Selain deretan actor berkualitas, masih banyak lagi actor pendukung yang ikut bermain. Ada Anindya Putri yang berperan sebagai permaisuri Sultan Agung, Asmara Abigail, Teuku Rifnu Wikana, Lukman Sardi dan masih banyak lagi. Dukungan acting mereka lumayan membuat epic film ini.
Selain kualitas para pemain yang mumpuni, seluruh aktor utama dalam film ini diwajibkan berlatih berkuda guna mendalami peran secara totalitas. Ini elemen penting dan keren menurut saya, sih.
Set Lokasi Studio yang Berkualitas
Banyak hal yang saya sukai dari film Sultan Agung. Film kolosal ini tak hanya menghadirkan pemain yang mumpuni, tapi juga set yang digunakan untuk shooting film. Untuk sebuah film kolosal, set yang digunakan cukup artistik. Replika keraton Mataram dibuat seperti keraton Jawa pada umumnya. Pembangungan pendopo istana dan benteng VOC di Batavia dibangun di sebuah studio alam di Sleman, Jogjakarta.
Tidak seperti bangunan gimmick, pendopo istana dan benteng bekas film Sultan Agung ini dibuat asli, yang kemudian dihibahkan kepada masyarakat sekitar setelah pembuatan film selesai. Mooryati Soedibyo Cinema sebagai produser, sengaja membangun set dan lokasi yang sangat menyerupai aslinya. Benteng dan istana dibangun dengan sangat serius.
Bagi Mooryati, penting sekali menunjukkan keaslian sebuah kerajaan Mataram. Untuk membangun studio alam, dibutuhkan lahan luas dan kontruksi khusus untuk mewujudkannya. Nantinya, lokasi ini akan menjadi tempat wisata bagi penikmat sejarah dan film lndonesia.
Kostum dan Tata Artistik Lainnya
Selain studio alam yang dibuat sangat serius, pemilihan kostum juga dilakukan sangat detil. Memang sih, beberapa waktu lalu sempat ada kritik dari salah satu putri keraton Jogja, terkait penggunaan motif batik yang keliru. Sangat dimaklumi, karena risetnya mungkin kurang mendalam.
Secara keseluruhan kostum yang digunakan para pemain sangat berkualitas dan sesuai dengan kondisi masyarakat Jawa abad ke-16. Penggunaan kostum motif lurik untuk tokoh tertentu, anggota keraton beserta abdi dalemnya juga kostum untuk para prajurit tidak terlihat asal-asalan.
Tata Musik dan Tata Suara
Mungkin dari semua usaha yang dilakukan untuk membuat film Sultan Agung terlihat totalitas, koreksi saya hanya soal tata musik. Untuk tata suara, sudah baguslah menurut orang awam seperti saya. Dalam beberapa adegan, diperlihatkan seperangkat alat gamelan. Sebagai seorang yang hobi main gamelan, buat saya rasanya sayang banget kalau gamelan tersebut tidak dimainkan secara maksimal.
Memang sih, sewaktu adegan pembuka diselipkan vocal sindenan. Namun, di beberapa adegan seperti penobatan raja, sebaiknya penggunaan suara gamelan lebih di-highlight. Penggunaan Gending Monggang mungkin akan membuat adegan penobatan raja semakin terlihat dramatis. Adegan tari bedhaya pun, akan terlihat lebih hidup jika diselipkan gending Ketawang-an. Juga saat adegan perang, mungkin akan lebih ‘wow’ jika suara gamelan ‘dikawinkan’ dengan music latarnya.
Namun, pemilihan lagu Lir- ilir karya kanjeng Sunan Kalijaga saat ending, lumayan menutupi kekecewaan saya. Mungkin, alasan pemilihan lagu Lir – ilir, selain memiliki makna filosofis yang sangat dalam, lagu ini juga lumayan familiar di telinga para penonton.
Well, dengan sedikit kekuranganya, secara keseluruhan, untuk sebuah karya kolosal, film ini memang sangat layak ditonton. Khususnya buat generasi milenial seperti saya. Ya, selain menyuguhkan keindahan alam pulau Jawa abad ke-16, banyak pesan moral yang diselipkan dalam film ini. Keotentikan cerita serta tokohnya mungkin sedikit berubah, namun tetap tidak mengurangi estetika yang disuguhkan. Semoga review singkat ini bisa jadi bahan referensi sebelum menonton.
24 comments
Terlepas dari kekurangan atau kelebihannya, aku menikmati banget film ini. Bahasa Jawa yang mendominasi dialog, membuat aku ngerasa dekat, mungkin karena ini di tanah Mataram kali, ya. Trus, lagu Lir Ilir, bikin bahagia banget karena semingguan sebelumnya aku muter lagu ini terus di Youtube. Gak nyangka klo dijadiin lagu penutup di film ini.
Yang aku suka, intrik yang dihadirkan dalam cerita film ini menarik banget. Sindenan dan ilir-ilirnya menyihir. Pengen nonton lagiii..
Tidak seperti bangunan gimmick, pendopo istana dan benteng bekas film Sultan Agung ini dibuat asli, yang kemudian dihibahkan kepada masyarakat sekitar setelah pembuatan film selesai. Mooryati Soedibyo Cinema sebagai produser, sengaja membangun set dan lokasi yang sangat menyerupai aslinya. Benteng dan istana dibangun dengan sangat serius.
Bu Mooryati keren banget deh. Anw, sekarang Hanung lebih fokus ke film bertema sejarah yah?
Total banget ini bikin filmnya, pendopo istana dan benteng VOC sampe dibuat asli.
Mas sepanjang film pakai bahasa jawa kah? Pengen nonton deh jadinya.
Baru inget, ternyata pemeran Ki Jejer itu Alm Deddy Sutomo. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisiNya..
Btw teteplah ogut cuma kesengsem sama Putri Marino, ketimbang versi dewasanya.. ??
Lembayung versi muda cantiknya alami, wajah dan kulitnya juga lebih “Njawani”. Aktingnya dalam film, termasuk dalam adegan laga juga bagus banget.
Dengan pemilihan pemain bagus, setting tempat yg serius, yg makan banyak duit, film ini balik modal gak yah hehe
Mas Achi banget ini mah….soulnya klik, belum nonton sih…
Fix mau nonton film ini. Ulasannya lengkap banget Mas. Matur nuwun!
Aku belum nonton filmnya hehehehe. Cuma aku pun suka juga sama film2 yg temanya sejarah. Dan mungkin bakal nonton film ini. Makasih Mas Achi ulasannya. Hehe
Belum nonton filmnya, gara-gara rebiew ini, Jadi ingin langsung nonton. Jarang-jarang film kayak gini.
Wah film ini bisa menjadi pengobat rindu buat penggemar film film kolosal yang bertemakan sejarah.
Film kolosal tidak banyak dibuat karena memerlukan biaya dan effort yang bukan main.
With all my respect untuk ibu Mooryati untuk totalitasnya ‘menghadirkan’ Sultan Agung: Tahta, Perjuangan dan Cinta. Termasuk peninggalan shooting yang didedikasikan untuk masyarakat. Sehingga sedikit banyak kita mendapat gambaran mengenai kehidupan di Mataram pada abad 16. Terimakasih mas Achi untuk reviewnya yang proporsional….
Keren banget lokasi shootingnya dibuat asli. Semoga bisa dirawat dan dijaga baik sehingga bisa jadi potensi wisata dan menambah pemasukan untuk warga sekitarnya
Aku pengen nonton tapi ga jadi pengen. Yaudahlah. Ga tayang juga di Serang. Wkwk..
Kmaren antara mau nonton ini apa wiro sableng.. baiklah nonton sultan agung saja
Awalnya masih ragu buat nonton film ini. Seletah baca ulasan dari mas Achi saya penasaran untuk menontonnya. Makhlum saya kurang mempunyai minat dalam menonton film kolosal.
Yang menarik adalah film ini menghasilkan asset bagi wisatawan sejarah dan film ber faedah nih. Keren lah semacam CRS gitu ya.
aku mau nonton ini hari jumat yeeeeeyyyy
semoga aja sesuai ekspektasi
Kayaknya seru juga filemnya…..
Masih ad ga sih Mas d bioskop? Nilai 1-10 Ada dimana klo mnurut mas Achie?
Hanung Barmantyo makin kesini filmnya makin Indonesia. Mengangkat sejarah, tokoh dan lain sebagainya. Mengenalkan Indonesia via film. Keren sih.
saya belum menonton film ini tapi membaca tulisan dari blog ini saya membayangkan persiapan pembuatan film ini tidak main-main seperti sudah menjadi stylenya hanung sebagai produser
Suwun mas achi dah ngajak nonton. Seneng klo film2 ky gini bnyk diproduksi. Terlepas dr bner g nya sejarahnya (koreksi) tapi paling tidak bisa jd pemicu kita tuk ngecek sejarah yg bner gmn.
Abis nonton yg kepikiran, nonton lg atau beli filmnya hehe
Kartini aja aku belum nonton, ketinggalan banget haha. Melihat sutradara dan para pemain yang udah nggak asing (apalagi Ario Bayu sama Ardinia Wirasti), kayaknya film ini memang keren banget.