Sebagai ibu kota negara, Jakarta memiliki sejumlah masalah yang cukup pelik dan memerlukan solusi yang begitu kompleks. Masalah transportasi misalnya. Jika kita diminta untuk menyebutkan satu hal yang identik dengan Jakarta selain Monas, maka pastilah macet yang terlintas. Yah, karena macet Jakarta seolah sudah menjadi identitas. Padahal kalau kita cermati, sumber kemacetan bukan berasal dari Jakarta. Kenapa? Kalian taulah dari mana asalnya kendaraan yang menumpuk di Jakarta pada hari kerja dan seolah lenyap saat hari libur. Kota penyangga seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi merupakan penyumbang utama kemacetan Jakarta. Sistem transportasi dari 5 wilayah perkotaan yang kerap kita kenal dengan Jabodetabek ini memang harus diperbaharui.
Sistem transportasi wilayah perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi merupakan bagian dari sistem transportasi nasional mempunyai peran yang strategis dalam mendukung pembangunan nasional. Peningkatan pelayanan, konektivitas, dan mobilitas harian orang dan barang, di wilayah perkotaan memerlukan perencanaan, pembangunan, pengembangan, pengelolaan, pengawasan, dan evaluasi sistem transportasi yang terintegrasi, efelitif, efisien, dan terjangkau oleh masyarakat dengan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi pemerintahan. Bayangkan jika peningkatan itu terus terjadi seperti air yang mengalir tanpa kran yang mengatur laju alirannya, maka akan semakin runyamlah hidup di daerah Jabodetabek. Utamanya di Jakarta yang menjadi pusat dari semuanya.
Sadar perlu adanya kran, dalam hal ini adalah kebijakan untuk mengatur peningkatan daya fungsi transportasi, pemerintah pun berbenah dan terus mencari solusi. Karena tanpa atribut pemerintahan mereka juga bagian dari masyarakat yang mengeluhkan masalah transportasi ini bukan? Mereka tetap bagian dari kita.
Belum lama ini Pak Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden yang konsen untuk memperbaiki sistem transportasi. Perpres Nomor 55 Tahun 2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) untuk memberikan kejelasan tentang bagaimana pembenahan dan pengelolaan transportasi Jabodetabek harus dilakukan. Keseriusan pemerintah menangani hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pengelolaan Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono saat Perpres ini disosialisasikan. Beliau menyampaikan hanya dalam 1 minggu rancangan perpres ini diajukan, presiden telah menandatanganinya. Boleh dibilang, ini adalah bukti besarnya perhatian presiden tentang pembenahan transportasi Jabodetabek.
RITJ merupakan pedoman bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perencanaan pembangunan, pengembangan, dan pengelolaan, serta pengawasan dan evaluasi transportasi di wilayah perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Pelaksanaan RITJ dilaksanakan secara bertahap, tidak bisa simsalabim dalam semalam. Kenapa? Karena ini bangun sistem, bukan bangun candi. Lagipula pemerintah bukan Bandung Bondowoso. RITJ memiliki 3 tahapan: Tahap I tahun 2018–2019. Tahap II tahun 2020–2024. Tahap III tahun 2025-2029.
Kenapa harus terintegrasi? Karena masing-masing wilayah tersebut memiliki Pemerintahannya masing-masing, jika tidak ada aturan khusus yang menjembatani, akan sangat sulit mewujudkan transportasi yang lancar, nyaman dan maju di ibu kota dan kota-kota satelitnya.
Pepres ini memiliki misi dimana penyelenggaraan dan pengelolaan transportasi Jabodetabek perlu memadukan pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi dan jaringan pelayanan transportasi baik intra moda maupun antar moda.Memadukan pembangunan dan pengembangan transportasi perkotaan antar wilayah Jabodetabek dalam satu kesatuan wilayah perkotaan. Mengintegrasikan pengoperasian transportasi perkotaan dan mengintegrasikan rencana pembiayaan transportasi perkotaan.
Pada 2029, pemerintah berjanji untuk sasaran terukur dalam penyelenggaraan transportasi di kawasan Jabodetabek, seperti sebagai berikut:
- Pergerakan orang dengan menggunakan angkutan umum perkotaan harus mencapai 60% (enam puluh persen) dari total pergerakan orang,
- Waktu perjalanan orang rata-rata di dalam kendaraan angkutan umum perkotaan adalah 1 (satu) jam 30 (tiga puluh) menit pada jam puncak dari tempat asal ke tujuan,
- Kecepatan rata-rata kendaraan angkutan umum perkotaan pada jam puncak di seluruh jaringan jalan minimd 30 (tiga puluh) kilometer per jam,
- Cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan mencapai 80% (delapan puluh persen) dari panjang jalan,
- Akses jalan kaki ke angkutan umum maksimal 500 m (lima ratus meter),
- Setiap daerah harus mempunyai jaringan layanan lokal jaringan pengumpan (feeder) yang diintegrasikan dengan jaringan utama (trunk), melalui satu simpul transportasi perkotaan,
- Simpul transportasi perkotaan harus memiliki fasilitas pejalan kaki dan fasilitas parkir pindah moda (park and ride) dengan jarak perpindahan antar moda tidak lebih dari 500 m (lima ratus meter),
- Perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal 3 (tiga) kali.
Untuk mewujudkan RITJ, kini mulai dibangun terminal-terminal yang terintegrasi. Misal di beberapa stasiun, kini sudah ada halte transjakarta feeder, akses ke bandara dibuka dari berbagai titik, halte MRT dekat dengan perkantoran dan jalur TransJakarta, penambahan rel ganda di beberapa stasiun, dan lain lain. Bahkan ke depannya, fasilitas terminal dan stasiun akan dikembangkan tidak saja sesuai fungsinya, tetapi juga dibangun pusat perbelanjaan dan perkantoran di dalamnya.
Jika sasaran RITJ itu dapat terlaksana dengan baik, pasti hidup di Jabodetabek khususnya di Jakarta akan semakin nyaman, semakin terukur kalau mau kemana-mana, semakin hemat, dan tentu semakin sehat karena terhindar dari stress macet. Selagi menunggu hal itu terwujud kita bisa lakukan akselerasi penyelesaian masalah juga kok, dengan naik kendaraan umum.
Memang sulit beralih, jika sudah terbiasa naik kendaraan pribadi. Tapi daripada kita sekedar mengkritik pemerintah karena Jakarta macet, lebih baik kita bantu pemerintah dengan apa yang bisa kita lakukan. Salah satunya dengan “Happy naik kendaraan umum”. Fasilitas kendaraan umum ini terus dibenahi, jalanan macet pun terus diatasi. Kalau kita membantu dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, pasti kemacetan lebih mudah diatasi.
3 comments
Kira-kira naik krl itu sudah membantu pemerintah belum ya..hehehe. Antara iya atau memang tidak ada pilihan lain buat menghemat waktu perjalanan..wkwkw.
Semoga sukses deh program RITJ nya ..
Kalau bus-nya semakin baik aku sih yakin makin banyak orang yang mau naik bus
Poin no. 8 “Perpindahan moda dalam satu kali perjalanan maksimal 3 (tiga) kali.”
Mudah-mudahan benar terealisasi. Sehingga bisa memangkas waktu dan biaya untuk transportasi.