Suatu ketika ada teman yang negur “Eh, Mas Achi kalo ke kantor selalu bawa bekal?,” tanya teman ketika melihat saya dengan tas berisi tumbler dan tumpukan wadah Tupperware. Sejujurnya, saya memang sering bawa bekal sendiri dari rumah kalau ke kantor. Nggak harus ke kantor juga sih, kalau ada beberapa kegiatan di luar, yang memang saya tau bakal susah nyari makan sesuai selera perut, pasti saya bawa bekal.
Kalau dirunut, alasannya bermacam-macam mengapa saya rutin membawa bekal dari rumah. Jarak rumah dan kantor yang lumayan jauh membuat saya lebih sering makan di kantor atau di luar rumah daripada di rumah. Mulai dari sarapan, makan siang bahkan makan malam kalau lagi lembur. Tau sendiri lah, ya, macetnya Jakarta kayak apa.
Nah, setelah saya ‘kuliti’ ternyata ada beberapa alasan mengapa saya lebih sering membawa bekal dari rumah daripada beli.
Pertama, Hemat. Iya, ini alasan terdengar klise tapi nyata adanya. Bayangkan kalau kita makan di luar tiga kali sehari, sekali makan bisa 25-30 ribu rupiah. Sehari bisa habis 75-100 ribu rupiah. Ini belum termasuk ngemil, saya pernah nyatat pengeluaran makan selama sebulan. Bujetnya bisa mencapai tiga juta lebih kalau tiap hari makan di luar. Belum lagi kalau mager terus pengin ngemil, cari makan tinggal pencet aplikasi. Makin bengkak bujetnya.
Nah, kalau dibandingin dengan membawa bekal sendiri, bujet makan dalam sebulan bisa berkurang hingga separuh sampai sepertiganya. Lumayan banget kan, hematnya? Sisa lebih bujet makan ini bisa ditabung dan dialokasikan ke pengeluaran lainnya.
Kedua, faktor higienis. Kalau ini emang alasan yang rata-rata setuju. Makanan rumahan dijamin lebih higienis ketimbang makan sembarangan di luar. Bekal yang dibawa dari rumah pasti tau gimana proses mencuci bahan bakunya, masaknya pun nggak asal cemplang-cemplung. Minyaknya nggak bakal dicampur plastik dan sumbernya pun dijamin higienis. Apalagi kalau dimasakin sama ortu atau orang di rumah. Masaknya pun penuh dengan cinta.
Ketiga, gampang bosan. Hmm, saya banget kalau ini. Gampang bosan dengan menu makanan yang sama selama tiga hari berturut-turut. Maklumlah, makanan junk food, menu warteg, warung pinggir jalan atau kantin kan, biasanya nggak pernah berubah. Paling ya itu-itu aja, bukan nggak bersyukur, ya, tapi emang saya gampang bosan dengan menu makanan yang sama. Menu warteg kalau sering diganti-ganti, saya juga suka.
Keempat, saya bisa masak. Mungkin nggak banyak yang tau kalau saya sebenarnya pernah jadi koki di restoran selama kurang lebih empat tahun. Jadi, kalau sekadar masak insyaallah nggak sulit. Lagian kalau pengin menu yang berbeda, tinggal cari resepnya di yutub atau gugel. Beres, kan?
Kelima, berusaha makan benar. Nah, ini mungkin agak aneh. Saya sendiri lebih suka makan dengan pola makan food combining. Yang nggak tau apa itu food combining saya jelasin, nih. Food combining adalah istilah untuk pendekatan gizi yang menganjurkan kombinasi spesifik makanan sebagai pusat kesehatan yang baik. Pola makan yang berasal dari bangsa Esseni di palestina 2000 tahun silam ini merupakan salah satu pola makan dengan memilah jenis makanan yang kita konsumsi sesuai dengan siklus tubuh.
Tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam food combining adalah mengawali sarapan pagi dengan buah dan minum satu gelas air putih hangat yang dicampur dengan perasaan jeruk nipis. Enggak mencampur makanan yang berbahan dasar karbohidrat dengan protein, misalnya nasi dengan daging.
Mengonsumsi makanan yang berbahan protein dengan sayur-sayuran dengan jumlah yang cukup. Atau mengonsumsi karbohidrat dengan sayur. Intinya, jangan pernah mencampur makanan berbahan dasar protein dengan karbo secara langsung. Karbo boleh dimakan dengan dengan sayur, tidak dengan daging. ‘haram hukumnya’ dalam food combining.
Terakhir, banyak makan dan minum. Badan saya tergolong ectomorph alias makan banyak tapi susah gemuk. Orang-orang berbadan ectomorph gampang banget kurus karena metabolisme tubuhnya tinggi. Butuh kalori lebih, makanya saya harus banyak makan biar berat badan stabil. Udah gitu saya juga doyan minum air putih. Ke mana-mana selalu bawa ‘galon’ aka tumbler Tupperware gede ukuran satu liter. Biar gampang kalau mau minum.
Itulah alasan mengapa saya selalu ke mana-mana rajin bawa bekal sendiri. Biar nggak ribet, semua makanan dan minuman langsung saya masukkan ke dalam Tupperware. Wadah-wadah Tupperware ini praktis dan sangat membantu saya. Mau bawa buah potong buat sarapan tinggal masukin Tupperware. Sayur rebus-kukus juga gitu. Nasi atau menu-menu lain tinggal cemplung-cemplungin ke Tupperware. Praktis, higienis dan terjamin kesegarannya.
Buat yang tertarik, silakan dicoba, lho!