Seberapa sering kita belanja di pasar tradisional?
Yap, salah satu hal yang paling menyenangkan adalah menikmati waktu-waktu untuk ngubek pasar tradisional. Memang, saya akui selama tinggal di Jakarta, saya jarang banget pergi ke pasar tradisional. Beda halnya saat saya masih tinggal di kampung. Pasar tradisional adalah tempat yang paling menyenangkan. Belanja aneka jajan pasar dan kuliner asli daerah adalah tujuan utama saat blusukan ke pasar.
Buat saya, ada tiga pasar tradisional di Jawa yang paling menyenangkan untuk dikunjungi dan banyak memberikan kenangan, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta dan Pasar Gedhe di Kota Solo, dan Pasar Walikukun di Ngawi. Selain banyak jajanan dan kuliner yang sayang banget kalau dilewatkan, ketiga pasar itu punya kenangan tersendiri buat saya.
Sekian lama tinggal di ibu kota, kadang saya merasa kangen dengan beragam kuliner dan jajan pasar yang sering saya jumpai saat tinggal di Ngawi. Kenangan masa kecil sewaktu diajak Mbah Putri ‘ngiras’ soto bening, bubur tumpang, bubur terik, bubur sumsum, pecel sayur, beli jajan pasar seperti gethuk, cenil, dawet, dan macam-macam, seringkali membuat saya pengin menjelajah pasar tradisional.
Beruntungnya, belum lama ini saya sempat mengunjugi festival Pasar Tumplek di Hotel Atria Serpong. Di sini, saya seperti menemukan surga dan kenangan masa kecil. Beragam jajanan dan kuliner khas Nusantara tumpah ruah memanjakan lidah. Tentu saja saya tak kuasa menolak lezatnya beragam kuliner tradisional tersebut.
Selama bulan November setiap hari Sabtu, Hotel Atria Serpong menggelar festival Pasar Tumplek. Kenapa namanya Pasar Tumplek? Kalau alasan ini saya kurang tau banyak. Yang pasti, dilihat dari tema acara, nama Pasar Tumplek ini pas banget dengan ambience yang disuguhkan. Beragamnya jenis kuliner tumplek blek di Mezzanine Restaurant. Kurang lebih ada Sembilan puluh Sembilan jenis makanan dan jajan pasar yang disuguhkan. Selain itu, dekorasi dan hiburannya pun menarik untuk dikulik. Pasar Tumplek ini digelar mulai pukul 18.00 – 21.00 WIB.
Pasar Tumplek ini digelar untuk menyambut hari jadi ke-9 Hotel Atria Serpong. Kita bisa puas menikmati beragam kuliner hanya dengan membayar Rp99.000nett/ orang. Ini pun belum dipotong diskon. Lumayan banget, kan? Dengan harga segitu bisa puas mengobati kangen kuliner tradisional.
Jadi, ada kuliner apa saja di Pasar Tumplek Hotel Atria Serpong?
Dari 99 jenis makanan dan jajan pasar yang disuguhkan, saya akan coba highlight beberapa kuliner favorit. Nggak semuanya karena bakalan penuh. 😀
Tahu Campur Lamongan
Sungguh, ini adalah salah satu kuliner favorit saya dari dulu. Kuliner ini sama terkenalnya dengan soto lamongan yang khas. Campuran antara tahu goreng yang dipotong-potong kecil, tauge, mie kuning, selada air, kemudian disiram dengan kuah berisi daging tetelan atau cingur dan diberi toping kerupuk. Rasa tahu campur sendiri gurih, sedikit lebih asin, ada aroma petis yang khas dan kuahnya kebanyakan berwarna gelap dan hitam karena mengandung petis. Apalagi kalau ditambah sambal. Duh, saya ngiler mbayangin kuliner ini.
Soto Bandung
Soto khas dari Provinsi Jawa Barat ini salah satu kuliner andalan di Pasar Tumplek. Yang membedakan soto ini dengan soto-soto yang berasal dari provinsi lain adalah bahan bakunya yang menggunakan sayur lobak dan taburan kacang kedelai goreng. Aroma lobak soto bandung di Pasar Tumplek ini tidak terlalu dominan. Saya yakin, chef yang membuat soto ini sangat profesional karena rasanya segar dan membuat lidah kita bergoyang. Sayangnya, saya hanya bisa mencicipi sedikit, karena perut sudah terlanjur penuh oleh makanan pembuka.
Nasi Liwet
Nah, nasi liwet ini juga salah satu kuliner favorit saya. Nasi liwet yang disuguhkan di Pasar Tumplek berasal dari Jawa Barat. Beda banget dengan nasi liwet khas Solo. Kalau nasi liwet khas Solo cenderung polos tanpa filling, sementara nasi liwet dari Jawa Barat lebih banyak isiannya. Lauk dan topingnya pun beraga. Ada sambal goreng kentang-krecek, perkedel kentang, kerupuk gendar (Karak kalau di Jawa Tengah/Timur), sate telur puyuh, sate jeroan, sambal matah, balado telur, sambal teri, dan macam-macam. Baik nasi liwet solo atau nasi liwet dari Jawa Barat, saya suka keduanya, karena masing-masing memiliki kekhasan rasa tersendiri.
Aneka Jajan Pasar
Kalau ini nggak usah ditanya lagi. Jajan pasar buat saya seperti surga. Kudapan ini selalu mengingatkan saya ketika masih kecil di kampung halaman. Di Pasar Tumplek kita bisa memilih beragam jajanan pasar. Ada onde-onde, cenil warna-warni, kue ketan hitam, pukis, kue ku, dan buah-buahan khas pasar seperti jambu kristal, belimbing, apel, nanas, markisa dan macam-macam.
Anyway, ada yang tau nggak sih apa itu ‘Kue Ku’. Yap, kue ku ini juga dikenal dengan nama kue mata kebo kalau di Jawa, atau juga biasa disebut sebagai kue Thok yang merupakan kue hasil akulturasi dari budaya Indonesia dengan Tionghoa. Kue yang terbuat dari tepung beras ini dalamnya diisi kacang hijau, warnanya merah menyala, dan bentuknya mirip cangkang kura-kura. Menurut sejarah, dulu, masyarakat Tionghoa sering memberikan persembahan kura-kura hidup saat sembahyang untuk hasil panen desa. Saat ini kue ku lebih dikenal sebagai jajan pasar. Di Pasar Tumplek ini kita dijamin puas mencicipi aneka jajan pasar.
Es Campur Khas Hotel Atria
Nah, kalau dessert yang satu ini kayaknya hampir semua orang suka. Termasuk saya. Es campur di Pasar Tumplek diberi isian dawet atau cendol dari tepung beras, kolang-kaling warna-warni, biji selasih, nata de coco, alpukat, kemudian disiram susu segar. Rasanya jauh berbeda dibandingkan dengan es campur yang dijual pada umumnya. Pokok e, dijamin segar.
Selain lima kuliner di atas, masih banyak makanan tradisional yang disuguhkan dalam Pasar Tumplek. Ada beragam gorengan, seblak, dan lain-lain. Yang belum sempat berburu kuliner di Pasar Tumplek, buruan ke sana, ya. Karena festival ini hanya berlangsung setahun sekali di bulan November. Mumpung ada diskon special, lho. Selamat bernostalgia!