Sudah hampir tujuh bulan pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Ya, meluasnya pandemi Covid-19 di dunia—termasuk Indonesia—memaksa pemerintah mengambil kebijakan agar masyarakat melakukan aktivitas dari rumah. Baik untuk atktivitas sehari-hari seperti bekerja (WFH), sekolah (SFH), beribadah, berolahraga, maupun kegiatan lainnya seperti berbelanja. Ini semua dilakukan untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran virus korona.
Baca juga: Strategi Pribadi Menghadapi Masa Resesi
Sebagai generasi muda milenial, tentu saya menyambut kebijakan ini dengan senang hati. Saya sadar bahwa bahaya virus Covid-19 masih tetap mengintai siapa saja yang abai terhadap protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Sejak bulan Maret lalu, Presiden Jokowi sudah menyampaikan imbauan agar masyarakat tetap produktif dari rumah. Imbauan ini tentu harus disambut baik oleh seluruh masyarakat. Hal ini semata-mata agar wabah ini cepat selesai dan kita bisa bangkit kembali menata kehidupan.
Saya memahami bahwa kebijakan untuk beraktivitas dari rumah, tentu tidak mudah dilakukan oleh siapa saja. Terutama bagi mereka yang harus berjuang untuk menafkahi keluarganya di lapangan. Beragam profesi yang berada di dunia pelayanan seperti pekerja di sektor transportasi publik, tenaga kesehatan, pegawai perbankan, dan sektor-sektor vital lainnya, harus tetap beraktivitas dengan pembatasan-pembatasan ketat. Aktivitas mereka di ruang publik memiliki risiko yang tinggi tertular virus Covid19 dibandingkan para pekerja yang melakukan kegiatannya dari rumah.
Karenanya, saya pribadi berusaha sekuat mungkin tetap di rumah dan menahan diri tidak keluar jika tidak memiliki keperluan yang sangat penting. Selain mencegah penularan, juga berempati untuk tenaga medis yang sudah berbulan-bulan berjuang di garda terakhir melawan wabah virus korona. Garda terdepan untuk melawan wabah ini adalah kita sendiri agar tidak bersikap egois. Toh, semuanya masih bisa dilakukan dari rumah, termasuk bekerja.
Saat melakukan aktivitas dari rumah, tentu ada nuansa yang berbeda. Jika di kantor kita bisa bebas bertegur sapa dan menyapa langsung dengan teman sejawat, kini semua harus dilakukan secara daring melalui beragam aplikasi. Baik melalui ponsel maupun laptop. Kedua peralatan ini menjadi senjata wajib agar setiap aktivitas dan pekerjaan bisa berjalan dengan lancar. Tentu keduanya juga membutuhkan koneksi internet yang stabil.
Beragam tantangan ini tentu membutuhkan penyesuaian. Bagi generasi milenial yang melek dengan teknologi, saya rasa tidak akan mengalami kesulitan yang berarti. Terlebih bagi mereka yang memiliki label Generasi Z, yang notabene berjuluk digital native. Aktivitas daring ini seperti mainan biasa bagi mereka. Lain halnya dengan Generasi X dan Baby Boomers. Tetap terhubung melalui aktivitas daring membutuhkan penyesuaian yang lebih intensif.
Namun, semua ini akan berbuah menjadi berkah dan peluang bila kita mau menyesuaikan diri dengan segala perubahan. Menjadi produktif bukan berarti harus berada di tempat kerja seperti kantor. Pepatah Jawa mengatakan “Ora obah ora mamah” yang berarti “tidak bergerak, tidak akan makan”. Harus bekerja dan bergerak produktif untuk mendapatkan hasil.
Berada di dalam rumah pun kita bisa tetap produktif. Dengan kemajuan teknologi seperti sekarang, semua bisa dilakukan di mana saja. Fleksibilitas semacam ini bisa menjadi berkah tersembunyi bila dimaknai dengan sabar dan ikhlas. Salah satunya adalah semakin eratnya hubungan dengan anggota keluarga saat berada di rumah.
Bekerja dan tetap produktif dari rumah adalah berkah yang harus disyukuri
Di saat pandemi seperti sekarang, banyak orang yang kehilangan pekerjaannya. Wabah virus corona telah membuat aktivitas di berbagai bidang kehidupan terganggu. Jika saat ini kita masih memiliki pekerjaan dan mendapatkan penghasilan secara rutin, hal ini menjadi berkah yang layak disyukuri. Banyak orang di luar sana yang kesulitan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokoknya selama pandemi.
Terlebih, jika pekerjaan yang kita miliki masih bisa dikerjakan dari rumah. Ini tentu saja menjadi berkah yang berkali lipat karena tidak semua jenis pekerjaan bisa dilakukan di rumah. Bersyukurlah bila kita masih diberi pekerjaan yang masih bisa dilakukan dari rumah. Saya pribadi melihat ini sebagai berkah yang tidak bisa kita dapatkan setiap saat.
Bisa bekerja dan dekat dengan keluarga di rumah sangat sulit dilakukan dalam kondisi normal. Salah satu cara untuk mensyukurinya tentu dengan tetap aktif dan produktif. Tidak hanya rebahan dan bermalas-malasan. Ini merupakan bentuk syukur yang harus kita wujudkan dalam setiap kondisi.
Sebagai generasi milenial, saya sendiri tidak akan menyerah, tetap aktif dan berkarya mengembangkan segala potensi di tengah pandemi saat ini. Saya akan merasa bangga jika masih bisa aktif dan produktif.
Agar tetap produktif dan semangat dalam melakukan pekerjaan dari rumah yang pertama kali dilakukan adalah mengubah mindset. Misalnya sebagai pekerja kantoran yang telah memiliki jam kerja rutin, tetaplah beraktivitas seperti biasanya saat bekerja di kantor. Bangun pagi, mandi, dan sarapan sesuai jadwal seperti biasa.
Bila jam produktif kita dimulai dari pukul sembilan pagi sampai dengan lima sore, segera mulai pekerjaan sesuai dengan jadwal tersebut. Jangan mencoba untuk bangun siang dan memundurkan waktu kerja meskipun pekerjaan dilakukan di rumah. Termasuk dalam menyesuaikan jam meeting kantor dengan tepat waktu.
Istirahat pun harus disesuaikan dengan jam kantor. Demikian pula jadwal untuk menyelesaikan pekerjaan dan “pulang”, tetap sesuaikan dengan jadwal yang sudah rutin kita lakukan saat bekerja di kantor. Hal ini semata-mata untuk mengubah mindset bahwa melakukan segala pekerjaan dari rumah tidak berbeda dengan saat di kantor. Waktu produktifnya sama, hanya saja tempatnya yang berbeda.
Tantangan untuk tetap produktif saat pandemi
Sejak bulan Maret lalu, sebagian besar kantor dan institusi pendidikan di kota-kota besar seperti Jakarta, yang menjadi pusat pandemi telah menerapkan kebijakan Work From Home (WFH) atau bekerja dari rumah.
Bekerja dari rumah atau yang kini lebih sering disebut kerja “remote” memiliki banyak tantangan seperti: malas bangun siang karena tidak harus terburu-buru ke kantor, keinginan untuk rebahan, menuntaskan drama berseri, hingga kondisi rumah yang mungkin tidak biasa dipakai bekerja. Menurut saya, jika kondisi ini tidak segera diatasi akan memberikan efek negatif. Salah satunya adalah menurunnya motivasi kerja dan semakin rendahnya produktivitas dalam jangka panjang. Karenanya, upaya untuk memicu produktivitas saat di rumah harus dilakukan. Misalnya dengan memahami target yang akan dicapai.
Tempat untuk bekerja boleh berubah, tapi tujuan tetap harus diraih. Sesekali merasa jenuh adalah hal yang wajar. Agar tetap waras dan mendapatkan inspirasi serta tidak ‘terjebak’ dalam ritme monoton di rumah harus bisa menciptakan suasana baru. Bagi saya, menciptakan sesuatu yang baru cukup ampuh untuk mengatasi kejenuhan saat beraktivitas dari rumah. Selain itu, untuk mengatasi kejenuhan beraktivitas dari rumah bisa dengan sesekali memberikan hadiah untuk diri sendiri. Ini berlaku jika target yang sudah kita tetapkan tercapai.
Hal lain yang harus dihindari adalah menyatukan pekerjaan dengan kehidupan pribadi saat beraktivitas di rumah. Wilayah ini akan menjadi abu-abu jika kita tidak menciptakan pemisahan. Salah satunya dengan menciptakan ruang kerja yang terpisah dengan aktivitas sehari-hari. Kalau memang tidak memungkinkan, bisa dengan membuat salah satu sudut ruang di rumah untuk bekerja. Saya pikir ini akan lebih efektif daripada harus bekerja di satu ruang yang sama seperti tempat tidur.
Pentingnya menjaga kesehatan mental di saat pandemi
Beragam pemberitaan yang masif soal pandemi, seringkali membuat kita hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Belum lagi jika ada orang-orang di sekeliling kita yang menjadi salah satu korban wabah tersebut. Mental kita seringkali langsung turun. Hal ini tentu berimbas dengan produktivitas kita.
Semakin banyak mengakses informasi tentang pandemi seringkali membuat kesehatan mental kita menjadi terganggu. Kecemasan, ketakutan, trauma, depresi, dan kekhawatiran akan penularan wabah membuat kita semakin stress. Untuk menghindarinya, saya pribadi sebisa mungkin untuk tidak mengakses berita baik melalui televisi, media sosial, maupun sumber informasi yang sering disebar melalui grup chatting. Bagi saya “berpuasa” dari segala jenis informasi negatif yang mengancam kesehatan mental adalah keharusan.
Menjaga kesehatan mental saat pandemi seperti sekarang jauh lebih penting dan harus menjadi prioritas. Bagaimana pun juga saya tetap berprinsip “Men sana incorpore sano”, di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Begitu juga sebaliknya, untuk menjaga agar kondisi tubuh tetap sehat, tentu beragam hal harus diupayakan. Salah satunya dengan menjaga kesehatan mental. Hal ini semata-mata untuk menjaga agar imun tubuh tidak turun dan mudah tertular penyakit.
Tetap terhubung dengan lingkungan sosial seperti keluarga melalui teknologi dan saling mendukung satu sama lain di saat pandemi, mampu menjadi obat yang ampuh untuk menjaga kesehatan mental dan membuat pikiran kita lebih sehat. Jika pikiran sehat, maka hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan mental saya.
Mencoba hal baru agar tetap produktif
Salah satu hikmah dengan banyaknya waktu luang di rumah saat pandemi adalah kita memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mencoba hal-hal baru. Jika kita di rumah saja, sangatlah penting untuk sebisa mungkin tetap aktif setiap hari. Tetap berpikir terbuka dengan segala perubahan dan keadaan, membuat kita selangkah lebih maju.
Beragam aktivitas menarik tetap bisa kita lakukan di rumah. Mulai dari mengikuti kelas-kelas daring seperti menulis, berbisnis daring, belajar bahasa baru, berolahraga, memasak, mencoba hobi baru seperti berkebun, mendekorasi ulang ruang tidur, membaca tumpukan buku yang selama ini lebih sering menjadi penghias rak, melukis, bermain musik, maupun aktivitas lainnya yang bisa meningkatkan skill selama pandemi.
Dengan banyaknya tutorial di media daring seperti Youtube, tentu segalanya akan lebih mudah untuk dicoba dan dilakukan. Hobi tersebut juga bisa dibagikan melalui media sosial. Kita tidak akan pernah tahu pengalaman apa yang akan didapat jika tidak pernah mencoba. Bisa jadi hal tersebut akan mengubah hidup kita ke arah yang lebih baik.
Untuk mengurangi kejenuhan, sesekali keluar ke halaman untuk sekadar berjemur, berolahraga, atau belanja kebutuhan sehari-hari dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan secara ketat. Menjaga jarak, mencuci tangan, dan menggunakan masker tetap menjadi senjata utama.
Semoga dengan adanya pandemi ini tidak membuat kita menjadi generasi yang pesimis menghadapi segala ketidakpastian yang akan terjadi. Satu hal yang pasti, jangan pernah menjadikan pandemi sebagai alasan untuk berhenti produktif.
6 comments
Ah bener banget nih…
WFH bikin motivasi kerja jadi berkurang dan produktivitas menurun. Apalagi harus dipaksa di rumah terus. Semoga kita semua tetap semangat dan terus produktif..
Berusaha tetap produktif di masa pandemi dengan banyak nonton tutorial di youtube…lumayan nambah skill baru…heehehee… keren banget mas semangat positifnya, karena mungkin bagi banyak orang saat ini bisa bertahan aja mungkin udah sulit. Semoga kita tetap sehat baik fisik maupun mental dalam menghadapi pandemi ini. Thank for sharing mas.
Ora obah, ora mamah. Bener banget ini ya, Mas. Sebenernya aku emang udah setahun lebih di rumah aja, udah nggak kerja. Tapi malah berasa sia-sia aja gitu kalau diam aja. Yang tadinya bisa nyari duit sendiri tiba-tiba bergantung ke orang lain, ternyata nggak enak juga. Makanya sekarang ini pelan-pelan mulai produktif lagi. Anak udah agak gede juga, jadi bisa disambi. Lah, komennya malah curhat. Haha
nah aku agak-agak beda yaa, minim sekali aku berkesempatan buat WFH, bisa dibilang 90-95% aku selalu work from office, karena memang tuntutan project yang lagi dikerjain kaya gitu. yang paling berasa selama pandemi sih aku sama sekali ga bisa main-main ke luar sebebas dulu ya, dan akhirnya makin sering deh tuh video call, netflix party, call conference sama temen-temen, sampe akhirnya lagi membangun podcast bareng 2 temen lainnya, pun tapping nya jarak jauh pake anchor! ahahah
Baru tau ada pepatah Jawa ini “Ora obah ora mamah”. Bener banget sih kalo nggak kerja atau setidaknya nggak berusaha, maka nggak bakal bertahan hidup.
Pandemi mengajarkan kita untuk beradaptasi sebaik mungkin di kondisi yang serbasulit. Bener banget emang yang bisa kita lakukan sekarang adalah bersyukur, bertahan, menjaga kesehatan mental + fisik, dan berharap yang terbaik. Sehat selalu untuk kita semua ya, Mas Achi!
Aku sempet mikir “obah” itu apa sih, eh ternyata bergerak artinya.
Aku selama pandemi ini nggak WFH, tapi pas waktu itu ada libur panjang ngerasain banget gimana bosennya di rumah aja.
Semoga semua ini cepat selesai, dan kehidupan kembali normal