Tersebutlah sebuah istana bagai sorga loka-Kahyangan, tempat istirahat Yang Mulia Raja bertahta. Seluruh bangunan tidak ada yang bertiang dan berukir indah berbagai ragam – tafsiran pribadi Nagara Krtagama tentang Istana Wilwatikta.
Suatu pagi, suara ayam berkokok membangunkan tidurmu. Pagi ini kamu tidak mendengar alarm dari ponselmu seperti biasanya. Kamu menggeliat dan mencoba meraih ponsel yang kamu letakkan di atas meja nakas tadi malam. Tapi …
Hei … di mana ponselku? Kamu terkejut.
Ponselmu tidak ada di sana. Kamu menatap sekeliling kamar. Ada yang aneh. Ranjang tempatmu tidur bukan terbuat dari kasur pegas alias spring bed seperti yang ada di kamarmu. Ranjang ini tampak asing bagimu, tapi rasanya sangat nyaman. Di bagian kepala dipan terdapat ukiran dari kayu jati. Alas tidurmu berlapis kain cinde merah yang dipadankan dengan kain beludru.
Baca juga: Menelusuri Jejak Pelarian Prajurit Majapahit di Candi Sukuh
Di samping ranjangmu terdapat meja kecil yang dihiasi bokor berlapis emas. Buah-buahan segar tersusun rapi di sana. Tembok kamarmu terbuat dari batu-bata merah berlapis emas. Salah satu sisinya terdapat lampu minyak yang telah dipadamkan.
Kamu mencoba bangun dan menggeliat. Jendela kamarmu sangat kokoh terbuat dari kayu jati berukir. Gerendelnya terlihat berkilap keemasan. Kamu beranjak bangun dan membuka jendela. Sinar matahari pagi menyapamu dengan hangat. Kamu melihat di halaman samping kamarmu terdapat taman kecil dengan kolam yang dibuat dari pahatan batu andesit. Jajaran bunga padma tampak mengambang segar di permukaan kolam. Ada pancuran kecil di sana. Suaranya gemericik menyegarkan. Deretan bunga warna-warni menghiasi sekeliling taman.
Aku di mana? Kamu bertanya dalam hati.
Belum selesai kamu terkejut. Pintu kamarmu diketuk seseorang dari luar. Kamu bergegas membukanya. Di hadapanmu sekarang muncul seorang wanita berkemban seraya menangkupkan kedua belah tangannya di depan dada. Emban itu menyembahmu dengan takzim. Ia mengenakan kemben kain wulang emas. Selendang emas murni yang mereka sampirkan pada bahu tampak berkilauan seperti sayap untuk terbang.
“Selamat pagi, Tuan. Selamat datang di Istana Majapahit. Jadwal Tuan padat hari ini. Yang Mulia sebentar lagi menunggu Tuan di pendopo untuk sarapan.” Jawab emban tersebut dengan sopan.
Oh, jadi aku di Istana Majapahit sekarang. Ya, kamu jadi tamu istimewa Yang Mulia Raja Hayam Wuruk hari ini.
“Tapi aku belum mandi dan merapikan pakaian.” Jawabmu singkat.
“Baik, Tuan. Mari saya antar ke kolam petirtaan, pakaian Tuan sudah saya siapkan, mari ikut saya.” Jawab emban di hadapanmu. Ia tak mengenakan alas kaki, begitu juga kakimu.
Kamu berjalan mengikutinya. Lorong di depan kamarmu sangat megah. Dindingnya terbuat dari batu-bata merah berlapis emas seperti dinding kamar tidurmu tadi. Di kanan kiri lorong terdapat pahatan arca yang terbuat dari emas dan patung-patung terakota. Tampak beberapa lampu minyak yang telah padam menempel di dinding lorong.
Di ujung lorong terdapat sebuah pintu kayu jati berukir. Saat dibuka, sebuah kolam petirtaan dengan air jernih membuatmu takjub. Dinding kolam ini dihiasi pancuran arca Jaladwara berkepala naga yang dipahat dari batu andesit.
Kakimu mulai melangkah ke arah tangga yang menuju bagian tengah kolam. Airnya sejuk ditaburi campuran bunga mawar dan melati. Pagi ini kamu mandi dan berendam di kolam petirtaan sebelum menghadap Yang Mulia Raja.
Ah, segarnya.
Usai mengeringkan badan, saatnya berpakaian. Ada beberapa jadwal perayaan di istana yang harus kamu kunjungi hari ini. Emban akan membantumu berbusana. Kamu tidak mengenakan kemeja kantor seperti biasa. Bajumu hari ini terbuat dari lapisan kain dodot batik berwarna emas. Namanya Bhusana Gagampang Putra yang terdiri dari gelung cacandyan, suweng, kalung, kelat bahu, gelangkana, binggel, sinjang, sabuk, dan gamparan.
Emban tersebut kemudian membantumu memasang kelat bahu, mengenakan kalung emas, gelang tangan, dan sepasang sumping di kedua telingamu. Kepalamu diikat dengan kain destar. Sebuah mahkota kecil disematkan di kepalamu. Mahkota ini menjadi tanda kalau kamu menjadi tamu istimewa Yang Mulia Raja.
Kamu tidak lagi memakai jam tangan bermerek Fossil seperti biasanya saat berangkat menuju kantor. Tidak ada sepasang pantofel dan kaus kaki. Tas kerjamu yang berisi tablet dan laptop tidak kamu temukan. Post it dan deretan to do list yang biasa kamu siapkan juga tidak ada. Yang ada hanyalah selembar lontar yang berisi jadwal kunjunganmu hari ini. Lontar ini akan menjadi temanmu. Alas kakimu hari terbuat dari selop hitam berbahan beledu. Hari ini kamu tampak gagah dan berwibawa.
Wah aku tampak gagah sekali …
Gending Wilwatikta mengalun dari gamelan di ruangan pendopo. Emban tadi mengantarmu menyusuri lorong menuju ruang makan untuk sarapan bersama Yang Mulia Raja dan anggota keluarga lainnya. Tampak jajaran prajurit berjaga-jaga di setiap lorong menuju pendopo ruang makan.
Kamu memandang sekeliling istana ini dengan takjub. Dinding-dindingya terbuat dari batu-bata berlapis emas. Karpet beledu merah terhampar di sepanjang lorong menuju pendopo. Arca-arca cantik yang terbuat dari emas tampak menghiasi ruangan istana. Begitu juga dengan deretan guci-guci keramik dan cangkir porselen Cina dari dinasti Ming, semuanya tampak indah menghiasi ruangan Istana Majapahit.
Saat di ujung lorong, sepasang prajurit menyembahmu dan membukakan pintu. Di hadapanmu terdapat sebuah pendopo agung. Tiang soko gurunya terbuat dari kayu jati yang sangat besar. Umpak batu andesit berukir menjadi penopangnya. Empat soko guru utama ini dilapisi emas. Sangat megah dan mencengangkan.
Di bagian atas pendopo terdapat susunan balok kayu jati berukir. Namanya tumpangsari. Bagian tengahnya terdapat lampu minyak yang terbuat dari logam kuningan. Sebuah meja panjang berkaki rendah terhampar di bagian tengah pendopo. Bantal-bantal berlapis beledu merah yang akan menjadi tempat dudukmu untuk sarapan, berjajar rapi di kanan kirinya.
Kemudian emban membantumu duduk bersila menunggu Yang Mulia Raja dan keluarganya hadir di dalam pendopo. Di hadapanmu beragam jenis buah-buahan dihidangkan. Beragam makanan yang terbuat dari daging lembu, kerbau, kambing, babi, kijang, angsa, bebek, dan ayam dihidangkan. Bermacam ikan dari gurame, wagalan, wader, tawas, gabus juga disajikan.
Selain lauk dari ikan dan daging, makanan pokok juga menjadi hidangan utama keluarga kerajaan. Nasi, jagung, uwi, talas, jelai, gadung, jawawut, dan berbagai umbi-umbian lainnya menjadi makanan utama menemani hidangan sampingan.
Sayur juga menjadi makanan pendamping makanan utama. Ada sayur terong, labu, baligo, kacang tanah, dan biji-bijian lain yang disebut atamipihan juga dihidangkan untuk keluarga raja.
Lalu, apakah mereka juga ngemil seperti kamu saat nonton Netflix?
Ya, saat senggang mereka juga ngemil seperti kamu. Tapi bukan korean garlic cheese bread dan boba tea, melainkan wajik, tape, dwadal atau dodol, lepet, kipin atau keripik, dan mandaga yakni sejenis ombus-ombus penganan dari beras berbentuk kerucut dengan kelapa dan gula merah.
Sarapan yang luar biasa. Sayangnya kamu tidak membawa ponsel. Rasanya ingin sekali memfoto dan mengunggahnya ke media sosial dengan tagar #SarapanDiIstanaMajapahit. Ah, aku lupa. Yang Mulia Raja dan keluarganya tidak bermain medsos seperti kita saat ini.
Sementara waktu, lupakanlah media sosial. Kamu sedang berada di Istana Majapahit dengan setumpuk agenda padat menanti. Ingat! Waktumu hanya sehari di sini. Yang Mulia Raja dan keluarganya sudah hadir di dalam pendopo. Beliau menyapamu dengan hangat dan mempersilakan menyantap hidangan di hadapanmu. Ia duduk paling depan. Di kanan kirinya ada Putra Mahkota dan Putri Sekar Kedaton.
Pakaian keluarga kerajaan sangat indah, berupa kain panjang sampai sebatas mata kaki. Bagian pinggulnya dihiasi dengan ikat dengan hiasan permata dua susun. Pakaiannya lebih kaya dengan beragam perhiasan, gelang, kalung, anting-anting, kelat bahu, gelang kaki dan tak lupa selempang kasta atau upavita.
Anggota keluarga kerajaan juga memakai semacam tali polos yang diselempangkan dari bahu kiri ke pinggang kanan. Hiasan kepalanya berupa susunan rambut yang diangkat tinggi dan diberi tambahan dengan hiasan permata. Yang Mulia Raja menggunakan hiasan kepala berupa mahkota yang tinggi berhias permata. Wow! Sangat cantik dan indah.
Kini, saatnya kamu menyantap hidangan lezat ini dan mengakhirinya dengan sebutir air kelapa segar. Ah, nikmatnya.
Selepas sarapan, Yang Mulia Raja memerintahkan asistennya untuk menemanimu berkeliling istana. Kereta kencana yang ditarik dengan empat ekor kuda sudah menantimu di halaman. Jadwalmu hari ini berkunjung ke Candi Brahu, Candi Bajang Ratu, Candi Tikus, dan makan siang di tepi Kolam Segaran milik kerajaan.
“Om! Sembah pujiku untuk Yang Mulia Paduka Pelindung Jagat Siwa-Buda Janma-Batara“. Kamu meminta diri di hadapan Yang Mulia Raja. Asistennya mengantarmu menuju kereta kencana yang berada di gerbang Purawaktra sambil membawa lontar berisi jadwalmu hari ini.
Gapura Purawaktra menjadi titik awal keberangkatanmu hari ini. Perjalananmu hari ini ditemani seorang asisten. Ia yang akan mengurus keperluanmu hari ini. Kereta kencana sudah siap. Kendi berisi air minum dan penganan ringan juga sudah tersedia di dalamnya. Tidak ada sekotak camilan di dalam Tupperware dan tumbler seperti yang biasa kamu bawa saat bepergian.
“Mari, Tuan. Kita akan menuju Candi Bajang Ratu untuk melihat tempat penobatan Yang Mulia Raja,” asisten Yang Mulia mengajakmu dengan sopan.
Lalu, keretamu berkeliling ke luar istana. Ternyata Istana Majapahit ini dikelilingi oleh tembok yang dibuat dari bata merah. Kamu juga melihat kanal-kanal yang tampaknya mengelilingi istana. Jung-jung besar tengah berlalu lalang. Layarnya lebar dan berkibar. Jung-jung besar tersebut terbuat dari kayu jati berukir kokoh.
Di luar tembok bata, seorang pedagang sedang menjajakan dagangannya di pinggiran kanal. Terlihat dia sedang berbicara dengan orang asing. Tampaknya seorang pedagang Cina. Pedagang Cina tersebut tengah menjual keramik dan porselen.
Di sepanjang jalan, kamu juga melihat rumah-rumah kecil berdindingkan anyaman bambu dan berpondasi bata. Atap rumah berangka kayu dan ditutupi genting tanah liat. Di halaman depan rumahnya seorang nenek tengah membungkuk ke arahmu. Ia duduk di pada sebuah pendapa terbuka.
Halaman rumah nenek itu sangat luas. Kamu bisa melihat sebuah gentong yang terbuat dari tembikar berisi air berada di depan rumahnya. Tanaman kecil berjajar rapi menghiasi rumahnya. Halaman depannya dilapisi kerikil kali berwarna putih yang dikelilingi batu bata. Fungsinya agar air hujan tidak membuat halaman rumah menjadi becek. Di sekitar rumahnya terdapat benda-benda dari tanah liat pula seperti kendi, celengan, dan tembikar.
Di mana ponselku? Ah, ingin sekali aku mengabadikannya.
Tibalah keretamu di halaman Candi Bajang Ratu. Candi megah ini terbuat dari batu bata beratapkan gerbang Paduraksa. Atap gerbangnya tertutup. Berbeda dengan gerbang atau gapura Purawaktra yang berbentuk candi bentar. Asisten Yang Mulia menjelaskan kalau candi tempat dinobatkannya Raja Jayanegara saat masih “bajang” atau kecil. Halamannya sejuk dan luas. Tampak indah dengan paduan taman bunga warna-warni.
(bersambung)
3 comments
Ya ampun, rindu juga membaca tulisan perjalanan bergaya feature kayak gini.Ngalir bangettt~ Serasa diajak jalan-jalan beneran!
Terasa spt kembali pd zamanya mengingat leluhur kami di jadikan Adipati oleh Sang Maha Patih Gajah Mada setelah menundukan kerajaan Bali kuno dgn sumpah nya yg sangat terkenal yaitu SUMPAH PALAPA.
baru aja baca dan saya sangat sukaa… kalau aja ada banyak cerita macam ini yg mudah di temui, sayangnya sekarang sangat jarang