Bisakah OYPMK menularkan kusta lewat hubungan seksual? Pertanyaan ini cukup menarik dan menggelitik. Khususnya, bagi saya sebagai masyarakat awam yang memang tidak pernah berinteraksi langsung atau pun memiliki pengalaman dengan pasien kusta.
Pertanyaan ini bukan kapasitas saya untuk menjawabnya. Maklum, dunia kesehatan dan kedokteran bukan ranah saya. Hanya saja, saya tertarik untuk mengulasnya setelah mengikuti bincang-bincang bersama Nona Ruhel Yabloy, Project Officer HKSR, NLR Indonesia, Westiani Agustin, Founder Biyung Indonesia, dan Wihelimina Ice, Remaja Champion Program HKSR.
Baca juga: PERANGI PENYAKIT KUSTA, MARI TOLAK STIGMA BUKAN ORANGNYA!
Satu jam penuh saya menyimak acara bincang-bincang yang diinisiasi oleh KBR alias Kantor Berita Radio. Talkshow yang digelar secara streaming melalui kanal Youtube tersebut membuka wawasan saya terkait stigma pasien kusta.
Apa saja yang menarik dari perbincangan tersebut? Banyak pastinya.
Mengenal OYPMK dan Stigma yang Disandangnya
OYPMK, apa itu? Well. Ini adalah akronim dari Orang yang Pernah Mengalami Kusta.
Eh, lahdalah. Memangnya, hari gini masih ada penyakit kusta?
Mungkin banyak yang belum tau kalau penyakit kusta masih ada di Indonesia. Menariknya, stigma pasien kusta maupun ‘mantan’ penyandang kusta susah dihilangkan.
Banyak yang beranggapan kalau penyakit kusta itu menyeramkan. Bahkan, ada istilah khusus terkait ketakukan seseorang terhadap penyakit kusta. Namanya leprofobia. Stigma ini menyebabkan hak asasi OYPMK sebagai seorang manusia dan bagian dari masyarakat tidak terpenuhi.
Baca juga: NYIMAK CERITA DOKTER YANG MENANGANI PASIEN KUSTA
Termasuk untuk memenuhi kebutuhan seksual, berumah tangga atau menjalin hubungan (relationship). Padahal, hak kesehatan seksual dan reproduksi merupakan hak bagi setiap orang. Tidak terkecuali mereka yang pernah mengalami kusta dan penyandang disabilitas.
A bit sensitive, tapi begitulah adanya.
OYPMK, meski sudah sembuh secara medis masih sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Bahkan, bisa jadi dari anggota keluarganya sendiri. Perbincangan seru ini membuat saya terenyuh. Bagaimana tidak, mereka harus berjuang sendiri tanpa adanya perhatian dan dukungan dari keluarga untuk mendapatkan informasi terkait masa pubertas dan kesehatan seksual serta reproduksi.
Informasi kesehatan seksual dan reproduksi bagi remaja disabilitas sangat penting. Misalnya, informasi mengenai menstruasi untuk perempuan dan mimpi basah untuk laki-laki. Masih banyak yang menganggap bahwa informasi tersebut tabu untuk diperbincangkan. Tidak sedikit pula orang tua yang beranggapan bahwa suatu saat mereka akan mengerti dengan sendirinya seiring bertambahnya usia.
Selain itu, masih ada juga remaja penyandang disabilitas dan OYPMK yang sering mendapatkan bullying serta belum mendapatkan fasilitas kesehatan dengan layak. Hal ini disebabkan masih adanya keengganan tenaga medis melayani mereka. Tentu saja ini sangat disayangkan. Semoga saja kasus-kasus seperti ini bisa segera bisa segera diatasi dan menjadi perhatian kita.
Baca juga: CEGAH DISABILITAS KARENA KUSTA, INI SARAN DR SRI LINUWIH SUSETYO
Aspek-aspek Dasar bagi Remaja Penyandang Disabilitas yang Perlu Diketahui
OYPMK identik dengan penyandang disabilitas. Jika kita memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas atau OYPMK, sudah seharusnya kita membantu mereka agar terhindar dari bullying. Orang tua yang memiliki anak atau remaja disabilitas, harus mengetahui aspek apa saja yang harus diajarkan agar mereka mandiri dan bisa menjaga diri sendiri. Khususnya, terhadap kemungkinan pelecehan seksual. Berikut ini beberapa di antaranya:
- Mengajarkan tentang masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi bagi remaja perempuan dan mimpi basah untuk remaja laki-laki.
- Mengajarkan hak-hak mereka sebagai remaja secara penuh. Remaja disabilitas dan OYPMK sangat rentan untuk menjadi korban bullying dan pelecehan seksual. Jika mereka belajar untuk mengetahui hak-haknya sebagai penyandang disabilitas, mereka akan mampu menjaga diri sendiri.
Masih banyak orang tua di Indonesia yang tidak memiliki pengetahuan bagaimana mereka seharusnya memperlakukan anak-anak penyandang disabilitas dan OYPMK sebagai remaja normal pada umumnya.
Rendahnya literasi ini membuat stigma dan asumsi tentang bisakah OYPMK menularkan kusta lewat hubungan seksual selalu menghantui mantan pasien kusta.
OYPMK tidak Menularkan Kusta Lewat Hubungan Seksual
Konklusi dari bincang-bincang yang digagas oleh NLR Indonesia melalui #RuangPublikKBR yang membahas topik Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi bagi OYPMK dan Remaja Disabilitas, membuka wawasan saya bahwa OYPMK tidak menularkan kusta lewat hubungan seksual.
Kusta adalah tanggung jawab kita semua. Sudah saatnya kita mengajak keluarga, teman, sahabat, dan seluruh lapisan masyarakat bergabung menjadi penggerak pencegahan kusta dan menghentikan diskriminasi terhadap OYPMK.
See the person, not the disability.