Mendut, Sang Putri Pesisir

0 Shares
0
0
0

Mendut dalam bahasa Jawa berarti lunak, kenyal dan memantul. Sifat-sifat itulah yang dimiliki Mendut. Roman klasik tentang seorang putri boyongan yang melegenda di tanah Jawa hingga saat ini. Rara Mendut, seorang perempuan pesisir yang kemolekan tubuhnya membuat siapapun yang melihat ingin memilikinya.

Adalah Tumenggung Wiraguna, seorang panglima perang Mataram yang bernafsu untuk menjadikan Mendut sebagai istrinya meskipun sudah mempunyai garwa padma (permaisuri) dan garwa ampil (selir). Rara Mendut, seorang gadis pesisir yang tak punya banyak pilihan, bahkan atas hidupnya sendiri. Dengan segenap kekuatan jiwa pesisir yang dimilikinya, Mendut menolak permintaan Wiraguna, oleh sebab Tumenggung itu bukan lelaki pilihan hatinya.

Wiraguna pun mengambil Mendut selaku selir bukan atas dasar pilihan pribadi, melainkan sebagai simbol egoisme kejantanan perang bahwa ia mampu menaklukan wanita pesisir. Pati adalah wilayah pesisir utara Mataram yang memberontak di bawah Adipati Pragola. Wiraguna menumpaskan pemberontakan tersebut, berikut memboyong serta selir-selir Pragola ke Mataram.

Adalah lumrah hati wanita yang tak rela sepenuhnya apabila dirinya dimadu, meskipun adat di kala itu menempatkan wanita sebagai makhluk yang tidak memiliki hak atas dirinya sendiri. Wanita cantik adalah milik raja, dan segala titah atasnya haruslah sendiko dawuh. Wiraguna sendiri adalah panglima tua dengan istri banyak. Nyai Ajeng, sang istri perdanapun adalah anugerah Susuhunan, ditambah lagi Putri Arumardi dari lereng Merapi, Putri Arimbi, Putri Sengsemwulan, Mawarwungu.

Pantaslah bila para selir tersebut cemburu dan membenci Rara Mendut. Namun tidak demikian halnya dengan Nyai Ajeng, ia justru berusaha merubah tindak-tanduk Mendut yang dianggap nyebal tatanan atau tidak sesuai tata krama lingkungan istana yang serba lemah lembut dan teratur. Nyai Ajeng ingin menjadikan Mendut sebagai permaisuri yang akan menggantikan dirinya karena usia yang mengharuskan Nyai Ajeng jengkar dari paseban. Namun Mendut tetaplah gadis dengan jiwa pesisir yang tidak mudah diubah.

Penolakan Mendut awalnya ditanggapi dengan lunak oleh Wiraguna, namun lama kelamaan ia mulai jengkel dan murka hingga memutuskan untuk menetapkan pajak bagi Mendut. Ia dianggap tidak mau tunduk kepada Mataram yang telah memboyongnya. Tak kehilangan akal, akhirnya Mendut menjual semua perhiasannya dan mulai menjual tegesan yang sudah dihisapnya, tentu harga tegesan ini jauh lebih mahal dari harga rokok biasa.

Dari balik tirai Mendut melayani para pelanggan, sehingga yang terlihat adalah siluet tubuhnya yang sempurna. Hasil penjualannya ia gunakan untuk membayar pajak. Di pasar pula Mendut mulai bertemu Pranacitra, sang pujaan hati. Pranacitra pun kemudian tahu tentang cerita Mendut sebagai Puteri Boyongan dari Kadepaten Pati.

Sedangkan Pranacitra sendiri adalah anak Nyai Singa Barong, seorang saudagar armada dagang di Pekalongan, yang menginginkan putranya meneruskan bisnisnya. Terdamparlah Pranacitra di Mataram dan menemukan Mendut sebagai jodohnya. Tatkala Pranacitra, sang pangeran yang akan membebaskannya dari kuasa Wiraguna datang menghampiri, tragedi Romeo Juliet mulai terjadi.

Kisah yang dituturkan oleh YB Ramamangun setebal 900an halaman ini mengalir dengan tata bahasa ringan hingga mampu membuat saya terhipnotis. Tidak terasa seperti membaca sebuah novel sastra yang njelimet. Ketika semua perempuan dihadapkan dengan dominasi patriarkis masyarakat Jawa tahun 1500-1600-an.

Rara Mendut muncul sebagai pendobrak kebuntuan pilihan hidup perempuan pada zamannya. Bahkan mungkin pula Mendut adalah  pionir teknik marketing kuno penjualan rokok dengan perempuan sebagai model. Sebuah kisah klasik dari babad tanah Jawa yang sangat menggugah nurani. Demikian.

*) nyebal tatanan : merusak tatanan
*) sendiko dawuh : siap tuan
*) jengkar dari paseban : turun tahta/pensiun
*) tegesan : puntung rokok
*) njelimet : rumit

0 Shares
2 comments
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like