Candi Penampihan dan Upaya Pelestarian Hutan dari Ancaman Karhutla

0 Shares
0
0
0

Candi Penampihan? Candi apa? Lokasinya di mana? Candi Shiwa atau Buddha? Apakah ada ancaman karhutla?

Mungkin, akan ada sejuta pertanyaan tentang candi yang satu ini. Namanya memang kurang familiar di telinga masyarakat Indonesia. Pun saya, seandainya tidak pernah berkunjung ke Tulungagung, bisa dipastikan saya masih belum tau letak candi yang diduga berasal dari era Mataram kuno tersebut.

Suatu ketika, pada September 2021, kali pertama kaki saya menginjak Tulungagung untuk mengikuti event tahunan di kota tersebut. Tulungagung sendiri bertetangga dengan kabupaten Trenggalek di sisi barat, Blitar di bagian timur, dan Kediri di utara.

Selain dikenal sebagai kota penghasil batu marmer, Tulungagung ternyata mempunyai sisi menarik yang jarang diketahui. Di kota inilah saya tau betapa banyak peninggalan sejarah yang menarik untuk ditelusuri. Beberapa di antaranya adalah candi yang berada jauh di tengah hutan dan perbukitan.

Lokasi candi yang jauh dari permukiman warga ini cukup menarik buat saya. Bagaimana cara mereka pada zaman dulu membangun candi di puncak bukit. Menggotong ribuan batu yang tentu saja berat. Bahkan, dengan teknologi modern belum tentu bisa.

Baca juga: Komunitas Punya Peran Menjaga Hutan Guna Mitigasi Perubahan Iklim

Candi Penampihan dan Sejuknya Hawa Hutan yang Dilestarikan

Sejujurnya, candi yang terletak di tengah hutan tidak hanya candi Penampihan. Di Tulungagung sendiri ada beberapa candi yang lokasinya di tengah hutan. Misalnya Candi Dadi dan Candi Urung. Kedua candi ini berada di ketinggian sekitar 360 mdpl. Sedangkan Candi Penampihan sendiri tingginya sekitar 974 mdpl.

Dalam perjalanan menuju candi Penampihan, saya dibuat takjub dengan suasana di sekitarnya. Tampak asri dan sejuk. Pepohonan rimbun melindungi areal sekitar candi. Bahkan, salah satu pohonnya tampak sangat tinggi dan besar. Entah, sudah berapa ratus tahun usianya. Pohon besar dan Kawasan hijau di sekitarnya menjadi “penjaga” candi agar udara di sekitarnya tetap sejuk dan bersih.

Saat di candi, kami serombongan bebas bernapas dan menghirup oksigen tanpa takut tercemar polusi. Turut senang teman-teman di Tulungagung masih bisa menjaga kelestarian alam dan tradisi.

Untuk menghormati tradisi setempat, kami turut melakukan “tapa kungkum” di Kedung Minten sebelum sowan ke candi Penampihan. Membersihkan diri secara lahiriah dan batiniah. Saya bersyukur masih ada hutan yang betul-betul dijaga. Alam dengan tulusnya menyediakan energi untuk kita serap. Sudah sepatutnya kita pelihara dari ancaman karhutla.

Ancaman Karhutla di Indonesia

Beberapa waktu lalu, saya mengikuti diskusi dengan teman-teman Eco Blogger Squad (EBS). Diskusi ini mengangkat tema karhutla alias kebakaran hutan dan lahan. Bencana kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, bisa terjadi akibat faktor alam atau perbuatan manusia.

Kebakaran hutan dan lahan ini menyebabkan tersebarnya asap dan emisi gas Karbondioksida serta gas-gas lain ke udara. Pencemaran akibat karhutla ini berdampak pada pada pemanasan global dan perubahan iklim. Hutan-hutan menjadi gundul akibat kebakaran. Gundulnya kawasan hutan menyebabkan air pada saat musim hujan tidak bisa ditampung lagi oleh tanah. Tentu saja ini sangat berbahaya. Cadangan air yang tidak tertampung ini menyebabkan banjir dan tanah longsor.

Karhutla Ancam Lahan Gambut dan Ekosistem di Sekitarnya

Selain kawasan hutan, karhutla tentu saja mengancam keberadaan lahan gambut. Seperti yang kita tau, lahan gambut sendiri menjadi ekosistem alami yang membuat tanah subur dan menjadi sumber bagi berbagai jenis biota.

Lahan gambut sendiri terbentuk oleh batang dan akar rumput-rumputan, sisa-sisa hewan, lumut Sphagnum, sisa-sisa tanaman, buah, dan serbuk sari. Komposisi ini akan membentuk pori-pori yang akan menjadi pelindung alami bagi ekosistem di sekitarnya. Lahan gambut akan menyerap kelebihan air dan menjadikannya sebagai cadangan. Daya tampungnya mencapai 850 persen dari bobot lahan gambut sendiri.

Ketersediaan lahan gambut membuat tanah tidak mudah kekeringan akibat kemarau. Dengan begini lahan masayarakat menjadi subur. Selain itu, keberadaan lahan gambut mampu mencegah banjir. Hal ini disebabkan curahan air hujan akan diserap secara maksimal oleh lahan gambut.

Sepintas lahan gambut tampak seperti lahan tidak produktif. Padahal, banyaknya biota yang tumbuh dan berkembang dengan baik, memiliki nilai ekonomis selama manusia bisa mengolahnya.

Apa yang Bisa Kita Upayakan?

diskusi lingkungan
Diskusi “#BersamaBergerakBerdaya Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan“

Setelah mengikuti diskusi “#BersamaBergerakBerdaya Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan“ banyak hal yang membuat saya menyadari pentingnya menjaga kelestarian hutan dan lahan gambut.

Saya menyadari tidak bisa berbuat banyak, tapi setidaknya bisa ikut menjaga hutan dengan kontribusi yang bisa kita lakukan. Misalnya, saat kita berada di sekitar hutan—entah untuk tujuan apa pun—jangan sampai meninggalkan sisa pembakaran seperti puntung rokok. Tidak membakar sampah sembarangan. Saat kemping, sebisa mungkin tidak membuat api unggun di lahan yang memiliki mudah terbakar. Alangkah lebih baik api unggun dibuat dalam wadah kusus seperti kaleng bekas.

Kira-kira, apa lagi yang bisa kita lakukan?

0 Shares
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like